Banjarnegara (ANTARA News) - Ikatan Guru Raudhatul Athfal (setara taman kanak-kanak) mengaku tidak pernah lagi menerima bantuan dari pemerintah maupun dana APBN dan APBD dalam menjalankan tugasnya mengajar anak bangsa.

"Dana bantuan pemerintah yang dikucurkan ke desa hanya disalurkan kepala desa untuk PAUD. Bangunannya megah dan fasilitas lengkap. Namun, di sisi lain, kami guru RA tidak pernah lagi menerima bantuannya," ujar Ketua IGRA Umu Rosidah dalam Seminar Nasional IGRA Kabupaten Banjarnegara di Banjarnegara, Minggu.

Umu Rosidah mengatakan bahwa pihaknya pernah menanyakan kepada kepala desa terkait dengan bantuan pemerintah. Namun, kepala desa justru menyuruh pengurus IGRA memintanya langsung kepada pemerintah.

Selain itu, kata dia, sejak 2013 guru-guru RA tidak pernah lagi menerima kucuran dana APBN maupun APBD I/II. Kenyataan ini telah diadukan kepada Bupati dan DPRD. Namun, belum ada respons untuk audiensi.

"Mau dikemanakan pejuang-pejuang RA?" katanya.

Lebih jauh Umu menyampaikan kesulitan guru RA tidak hanya masalah bantuan pemerintah yang tidak pernah diterima. Namun, sangat banyak guru RA yang bukan pegawai negeri sipil.

Di Banjarnegara, misalnya, dari 783 guru RA, hanya 18 orang yang berstatus PNS. Sisanya berstatus wiyata bakti atau guru swasta yang menerima honor seadanya per bulan, dan terkadang tidak diterima 12 bulan penuh. Sementara itu, mereka harus mengajar sedikitnya 10.028 anak didik.

Sementara itu Ketua Umum PPP Romahurmuziy yang hadir dalam acara tersebut mengemukakan bahwa dirinya sudah sering mendengar aspirasi guru-guru RA.

Ia mengaku telah berbicara dengan Menteri Agama Lukman Hakim yang juga merupakan kader PPP terkait dengan persoalan guru RA.

Menurut Romahurmuziy, bantuan pemerintah dalam bentuk dana desa memang dialokasikan dari dua sumber, yakni kementerian dan nonkementerian.

Anggaran dana desa yang bersumber dari kementerian tahun ini, menurut dia, sangat terbatas karena diwajibkan untuk pendidikan nasional, ibtidaiah, dan sanawiah.

Ia memperkirakan pada tahun depan anggaran agak longgar dan siap untuk disalurkan bertahap ke lembaga pendidikan RA.

Adapun dana desa yang bersumber dari nonkementerian, menurut dia, memang disebutkan alokasinya untuk pendidikan anak usia dini yang berada di lingkungan dinas pendidikan dan kebudayaan.

Romahurmuziy mengatakan bahwa para kepala desa memahami ketentuan itu secara beragam. Ada yang menanggap dana tersebut termasuk ditujukan bagi pendidikan RA, adapula yang memandang pendidikan RA tidak termasuk di lingkungan dinas pendidikan dan kebudayaan.

Pemahaman para kepala desa ini juga bergantung pada hasil konsultasi mereka dengan dinas pendidikan daerah serta bupati setempat.

Solusinya, kata dia, para anggota DPRD perlu berkomunikasi dengan bupati setempat agar memfasilitasi anggaran bagi pendidikan RA.

Di sisi lain, Romahurmuziy juga berjanji berbicara kepada Menteri Agama untuk bisa mendorong penerbitan peraturan pemerintah yang mengatur secara jelas mengenai penyaluran dana desa bagi pendidikan RA yang tidak menimbulkan pemahaman beragam.

Berkaitan dengan pendidikan RA, Romahurmuziy mendorong agar guru-guru RA segera menempuh pendidikan hingga strata satu.

Berdasarkan data yang ada, dari total guru RA se-Indonesia yang jumlahnya lebih dari 300.000 tenaga pengajar, saat ini terdapat 157.026 atau 47,71 persen yang belum bergelar S-1.

Padahal, kata dia, kualitas pendidikan guru sangat penting dan menentukan kualitas anak didik kelak.

"Kita harus meningkatkan dahulu kualitas pendidikan guru, baru kualitas didik anak meningkat," ujar Romahurmuziy.

Pewarta: Rangga Pandu
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017