Jakarta (ANTARA News) - Slogan tentang batubara sebagai sumber energi yang bersih dan murah, menurut Red Constantio dari organisasi pegiat lingkungan hidup Greenpeace Internasional, tak lebih dari kebohongan-kebohongan industri yang sangat memuakkan. Berbicara dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta, Kamis, ia mengatakan, "batubara bersih dan murahnya batubara merupakan kebohongan-kebohongan industri, karena sebenarnya komoditas ini membawa imbas biaya-biaya yang lebih besar di luar aspek produksi, seperti polusi, gangguan kesehatan, dan perubahan iklim yang dianggap sebagai 'biaya eksternal' yang ditanggung oleh masyarakat." Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa batubara hanya terkesan murah alias ekonomis di permukaan, karena sebagian besar dampak eksploitasi batubara ditanggung bukan oleh perusahaan, melainkan oleh masyarakat pembayar pajak. Menurut Red, saat ini semakin banyak pemerintah di dunia yang meyakini batubara sebagai sumber energi alternatif di luar minyak bumi. Pandangan ini sangat keliru, ujar pria berkacamata tersebut, sebab tiap unit batubara yang dibakar menghasilkan emisi karbon 29 persen lebih banyak daripada minyak dan 80 persen lebih banyak daripada gas bumi. Dalam hal pengembangan teknologi, masih kata Red, batubara tidak mungkin menjadi "murah", karena efisiensi batubara dengan teknologi paling canggih sekalipun saat ini cuma bisa mencapai angka 38 persen. "Itu artinya tiap batubara yang dibakar hanya menghasilkan 38 persen energi, sementara sisanya terbuang sebagai gas karbon yang kemudian mempercepat proses perubahan iklim," kata dia. Kalaupun terjadi pengembangan teknologi yang sangat hebat, maksimal tingkat efisiensi batubara adalah 50 persen, tambah Red. Sementara slogan "batubara bersih", dipandang Greenpeace sebagai perubahan "merek dagang" semata, karena teknologi hanya akan bisa membuat batubara sedikit lebih bersih, tetapi tetap saja CO2 dari hasil pembakaran tidak bisa dihilangkan. Dampak pembakaran batubara sebagai sumber energi ternyata sangat jauh dari perkiraan biaya di awal, sebab emisi bahan bakar ini bukan cuma CO2 yang sangat berperan dalam laju perubahan iklim, melainkan zat logam berat, seperti merkuri, arsen, dan cadmium yang membahayakan penduduk di sekitar lokasi eksploitasi. Saat ini, batubara tercatat sebagai sumber emisi CO2 terbesar di seluruh dunia, terutama yang datang dari sektor listrik. Pembakaran batubara menghasilkan sekitar sembilan miliar ton CO2 per tahunnya, 70 persen di antaranya berasal dari pembangkit-pembangkit listrik. Emisi karbon untuk seluruh Asia kini telah mencapai seperempat dari total emisi gas rumah kaca dunia. Hal ini dipicu oleh tajamnya pertumbuhan konsumsi energi di wilayah tersebut, sehingga tercipta lonjakan 230 persen selama tahun 1973-2003 - padahal pertumbuhan di dunia hanya 75 persen. Batubara adalah sumber emisi CO2, di Asia batubara menghasilkan 41,93 persen dari total emisi yang dihasilkan oleh benua itu. (*)
Copyright © ANTARA 2007