Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan perubahan terkait aturan badan usaha luar negeri nonbursa terkendali (controlled foreign company/CFC) merupakan bagian skema perpajakan internasional guna mencegah penghindaran dan pengelakan pajak.

"Jadi tidak semata-mata karena Pemerintah Indonesia ingin melakukan itu, tetapi lebih sebagai komitmen internasional," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga Saksama, dalam temu media di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin.

Aturan baru CFC dalam Peraturan Menteri Keuangan 107/2017 diharapkan mampu menurunkan risiko penghindaran pajak melalui pengalihan penghasilan ke anak perusahaan yang berada di negara-negara suaka pajak, termasuk backstop praktik transfer pricing yang "abusive".

PMK mengenai CFC tersebut juga diharapkan mampu meningkatkan basis penerimaan perpajakan yang berasal dari "deemed dividend".

Sementara itu, Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol menjelaskan PMK 107/2017 mengenai CFC merupakan penyempurnaan dari PMK 256/PMK.03/2008 yang disesuaikan dengan kondisi sekarang.

PMK 256/2008 dinilai belum efektif dan dapat dihindari oleh wajib pajak dengan cara mengatur pembagian dividen yang nilainya tidak material.

Kemudian, mendirikan perusahaan perantara dan memecah penyertaan modal antara anggota grup perusahaan atau antara perusahaan afiliasi juga merupakan cara yang dilakukan wajib pajak untuk menghindari ketentuan dalam PMK 256/2008.

"Perubahan ini untuk merespons rekomendasi BEPS Action Plan 3 yang diinisiasi pada 2015. Kami ingin memperkuat regulasi CFC menjadi lebih baik sesuai saat ini," ucap dia.

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017