Malang (ANTARA News) - Praktisi komunitas hewan peliharaan drh Dodik Prasetyo mengemukakan memelihara hewan kesayangan saat ini sudah berorientasi ekonomi bahkan menjadi "ladang" profit baru.

"Memang ada banyak alasan seseorang memelihara hewan. Selain sebagai kesenangan (hobi), sekarang sudah mulai bergeser untuk tujuan profit, artinya memelihara hewan sudah menjadi komuditas seperti halnya memelihara unggas atau lainnya yang berorientasi pada bisnis," katanya di sela Bincang Santai Bersama Pakar di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Jumat.

Selain berorientasi dan alasan profit, katanya, juga ada alasan psikologis empati, yaitu sebagai hewan kesayangan yang kemudian tidak jarang sudah dianggap seperti anggota keluarga sendiri seperti yang banyak dilakukan di negara maju, bahkan saat ini juga sudah berkembang di Tanah Air, khususnya di kota-kota besar.

Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UB itu menilai hal itu wajar saja dilakukan oleh siapapun, dengan catatan jangan sampai pemelihara mengkebiri hak-hak hewan tersebut, sebab hewan peliharaan wajib mendapatkan lima hal kebebasan.

Lima hal kebebasan itu, di antaranya adalah kebebasan dari kelaparan dan kehausan, kebebasan dari ketidaknyamanan, kebebasan dari rasa sakit dan luka atau penyakit, kebebasan untuk berekspresi sesuai kelakuan normal, dan kebebasan dari rasa takut dan tekanan.

Memberikan hak-hak hewan dengan menerapkan lima hal itu, antara lain bisa diwujudkan dalam pembuatan kandang yang ukurannya jauh lebih besar dari ukuran hewan. Berilah kandang yang membuatnya leluasa dan biarkan mereka mengekspresikan kebiasaan normal, misalnya kucing yang suka menggaruk tembok atau kayu harus dibiarkan seperti itu.

Menanggapi semakin tingginya ketertarikan masyarakat terhadap hewan tersebut, menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UB Taufiq Ismail, memang sudah diprediksi dari segi ekonomi. "Gaya hidup masyarakat mengalami pergeseran. Kelas menengah atau yang melakukan spending uang sebesar Rp50-250 ribu per hari, kini mengalami pergeseran gaya hidup," katanya.

Mereka, kata Taufiq, banyak terpengaruh dari media sosial dan mengikuti tren pembelian serta kepemilikan barang dan jasa. Dan, pergeseran pola hidup tersebut membuka kesempatan membeli barang dan jasa tambahan, bahkan barang dan jasa mewah yang sebenarnya merupakan kebutuhan tersier yang dipenuhi atas dasar kesenangan dan prestige.

Selain bidang transportasi, lanjutnya, kepemilikan hewan peliharaan juga meningkat. Akan tetapi, kepemilikan hewan peliharaan ini juga ada yang berbeda, selain profit. Ada kepemilikan hewan peliharaan juga karena dipengaruhi oleh kurangnya interaksi yang bersangkutan antarsesama dan lingkungan sekitarnya.

Pekerja kelas menengah, katanya, banyak yang sulit berinteraksi karena mereka fokus pada pekerjaan. Mereka berangkat subuh dan pulang larut malam, sehingga tidak ada interaksi dengan sesama. Demikian juga dengan anak-anaknya, mereka memilih hewan peliharaan sebagai teman bermain.

Padahal, memiliki hewan peliharaan "mewah" biayanya tidak murah. Pergeseran tren gaya hidup ini, secara ekonomi membuka celah pasar yang cukup potensial. "Mudahnya kelas menengah membelanjakan uangnya untuk kebutuhan tersier, termasuk hewan peliharaan beserta asesorisnya ini membuka peluang bagi pedagang, bahkan kadang transaksi antarkomunitas pecinta hewan," ujarnya.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017