Jakarta (ANTARA News) - Pansus RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) DPR menyetujui RUU KUP untuk diputuskan sebagai UU melalui pembahasan tingkat II (pengambilan keputusan). Kesepakatan tersebut tercapai setelah 10 fraksi di DPR menyampaikan pemandangan umum mini fraksi terhadap RUU itu dalam rapat kerja Pansus RUU KUP DPR dengan pemerintah di Jakarta, Rabu. Dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Pansus RUU KUPB DPR, Melchias Markus Mekeng, 10 fraksi dan pihak pemerintah menyetujui RUU itu untuk dibahas di tingkat II atau pengambilan keputusan melalui rapat paripurna DPR. Meskipun semua fraksi di Pansus dapat menerima dan menyetujui, namun Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) melalui juru bicaranya Marwoto Mitrohardjono mengajukan sejumlah nota keberatan. Keberatan tersebut antara lain mengenai tidak diterimanya usulan untuk mengganti istilah wajib pajak (WP) menjadi pembayar pajak, tidak dibentuknya Badan Penerimaan Perpajakan (BPP), dan masalah keberatan pajak. "FPAN dapat menerima dan menyetujui RUU KUP untuk dilanjutkan dalam pengambilan keputusan, namun kami mengajukan nota keberatan atas sejumlah masalah seperti isitilah WP, BPP, dan masalah keberatan pajak," kata Marwoto. Ia menjelaskan, penggunaan istilah pembayar pajak akan menyeimbangkan posisi pembayar pajak dengan aparat pajak (fiskus), sementara penggunaan istilah WP menempatkan WP hanya dari sisi kewajiban yang harus dilaksanakan WP. Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan RUU KUP diharapkan mendorong perbaikan dalam pengadministrasian penerimaan perpajakan. "Selain itu juga meningkatkan pelayanan perpajakan dalam rangka meningkatkan daya saing perekonomian kita dan akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat," katanya. Ia mengharapkan, setelah penyelesaian pembahasan RUU KUP, pihak DPR dapat mulai membahas paket RUU bidang pajak lainnya yaitu RUU Pajak Penghasilan (PPh) dan RUU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM).(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007