Problemnya fintech yang ada hari ini itu 44 persen masih base-nya adalah payment, masih berburu kepada e-money."
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengharapkan akan ada lebih banyak layanan teknologi finansial (financial technology/fintech) yang bergerak dalam penyaluran pinjaman, khususnya untuk sektor usaha mikro.

"Problemnya fintech yang ada hari ini itu 44 persen masih base-nya adalah payment, masih berburu kepada e-money. Yang dibutuhkan di Indonesia untuk turunkan ketimpangan itu adalah fintech yang base-nya lending, base-nya pinjaman atau kredit, yang ini bisa buat bunga di masyarakat lebih murah," ujar Bhima dalam seminar "Masa Depan Pengembangan Fintech di Indonesia" di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan data Global FinTech Survey PwC 2016, keunggulan fintech dibandingkan bank yaitu dari sisi efisiensi dengan menurunkan biaya mencapai 73 persen. Namun sayangnya fintech masih didominasi sistem pembayaran.

Untuk fintech yang berbasis lending sendiri, lanjut Bhima, baru mencapai 15 persen. Menurut Bhima, fintech harusnya membidik masyarakat unbanked atau yang belum tersentuh oleh bank atau lembaga keuangan.

"Sekitar 180 juta masyarakat yang unbankable, itu yang harusnya disasar oleh fintech," kata Bhima.

Berdasarkan data Bank Dunia, persentase kredit terhadap PDB Indonesia baru mencapai 39,1 persen tehadap PDB, masih tertinggal jauh dibandingkan Singapura yang telah mencapai 129,7 persen, Korea 140,6 persen, Tiongkok 155,3 persen.

Kehadiran fintech dengan keunggulannya dari sisi efisiensi memang diharapkan dapat menjadi solusi terutama bagi masyarakat kecil yang membutuhkan modal usaha namun bisa mendapatkannya dengan bunga yang terjangkau.

Namun, Bhima juga mengkhawatirkan apabila fintech jika tidak diatur dan diarahkan oleh regulator, justru akan memberikan dampak negatif dari sisi ketimpangan yang disebut akan semakin besar.

"Fintech ini jika tidak hati-hati, justru bisa memperlebar jurang kesenjangan," ujar Bhima.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,393 pada Maret 2017, turun tipis jika dibanding dengan Gini Ratio pada September 2016 yang sebesar 0,394 persen.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017