... hingga kini jenis ini secara ekologi masih menjadi misteri bagi peneliti."
Banjarmasin (ANTARA News) - Pegunungan Meratus wilayah Provinsi Kalimantan Selatan yang termasuk hutan tropis basah bukan saja sebagai wilayah yang memproduksi oksigen bagi dunia ternyata juga mengandung keanekaragaman hayati flora dan fauna, termasuk ditemukannya tupai terkecil di dunia.

"Salah satu yang mengejutkan ternyatan di Pegunungan Meratus Kalsel ini terdapat seekor satwa unik dan langka, yakni tupai terkecil di dunia," kata Peneliti Muda Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Zainudin Basriansyah,  di Banjarmasin, Senin.

Ia mengemukakan, Ekspedisi Susur Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito 2017 yang merupakan kolaborasi antara Masyarakat Peduli Sungai (Melingai) dan Balai Wilayah Sungai (BWS) II pada hari kedua pada tgl 16 September 2017 berhasil menemukan keberadaan tupai terkecil di dunia.

Tupai terkecil yang berhasil ditemukan tersebut adalah spesies Bornean pigmy squirrel atau dalam bahasa latin disebut Exilisciurus exilis.

"Tupai jenis ini tersebar di seluruh Kalimantan, khususnya pada habitat lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut. Meski persebarannya luas, namun hingga kini jenis ini secara ekologi masih menjadi misteri bagi peneliti," Zainudin, yang turut dalam tim ekspedisi itu.

Hingga saat ini, dikemukakannya, terdapat enam subspesies tupai kecil di Asia, tiga dari subspesies itu terdistribusi di Borneo, bahkan dua di antaranya bersifat endemik atau hanya dapat ditemukan di wilayah Kalimantan saja.

Tupai kecil yang ditemukan adalah satu dari dua spesies endemik tersebut. Dengan banyaknya jumlah spesies tupai kecil yang ada di wilayah Kalimantan, maka pulau tersebut berhak menyandang gelar sebagai tempat yang menjadi pusat informasi biologis dan ekologis tupai kecil di dunia.

"Data biologis maupun ekologis spesies E exilis ini masih sangat minim, sehingga temuan ini bisa kita jadikan dasar untuk melakukan riset lebih lanjut untuk menguak misteri dari kehidupan tupai terkecil di dunia ini," ujarnya.

Ia mengemukakan, panjang total tubuh spesies itu hanya 73 mm dengan berat mencapai 17 gram sehingga dinilai pantas disebut tupai terkecil di dunia.

Tubuhnya yang kecil dan ramping membuatnya mempunyai manuver yang gesit dan cepat di antara pepohonan dan dasar hutan.

Spesies itu memiliki habitat di hutan dataran rendah. Temuan pada habitat lain memperlihatkan bahwa mampu hidup hingga ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut. Meski aktif di siang hari, jenis satwa tersebut cukup sulit ditemukan pada habitat yang terusik.

"Jenis ini sebenarnya cenderung jinak dan bergerak mendekati kami saat ditemukan. Namun, pergerakannya yang cepat menjadi hambatan tersendiri bagi kami mengingat kondisi tofografis lokasi temuan berada pada lembah berbatu besar dan licin," ungkap Zainudin.

Spesies itu banyak beraktivitas di siang menjelang sore hari, namun ia mengatakan menemukan spesies itu pada pagi menjelang siang hari, kondisi saat itu lebih lembab karena hujan baru saja reda.

"Spesies ini diketemukan memakan serpihan lumut kerak dan serangga kecil di bebatuan dan lantai hutan," ujarnya.

Ia mengatakan Kalimantan hingga kini adalah pulau dengan kekayaan yang masih menjadi misteri, dan hari demi hari terus ditemukan berbagai macam hal baru.

Sebagai contoh, penemuan habitat baru bagi Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang secara ilmiah tidak pernah dilaporkan terdistribusi di wilayah Kalimantan Selatan beberapa tahun belakangan adalah suatu hal menggembirakan sekaligus memprihatinkan. Pasalnya lokasi yang menjadi habitat penemuan telah beralih fungsi.

Kalimantan mempunyai nilai endemisitas tersendiri dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia.

"Hasil laporan ekoregion Kalimantan pada tahun 2011 menyatakan bahwa Kalimantan sangat kaya akan keberadaan mamalianya. Baik mamalia kecil hingga mamalia besar dapat ditemukan di Pulau ini," ujarnya.

Hingga kini tercatat sebanyak 222 jenis mamalia hidup disalah satu pulau terbesar ini, bahkan 44 jenis diantaranya endemik Kalimantan dan tidak dapat ditemui di daerah lain, demikian Zainudin Basriansyah.

Pewarta: Sukarli
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017