Jakarta (ANTARA News) - Siang itu kami berkunjung ke salah satu museum peristiwa G30S/PKI, yaitu Sasmita Loka Ahmad Yani, yang pernah menjadi kediaman Jenderal Ahmad Yani, salah satu Pahlawan Revolusi.

Lokasinya di Jalan Lembang D 58 Menteng Jakarta Pusat. Tempat tersebut mulai menjadi museum pada 1 Oktober 1966. 

Rumah ini merupakan salah satu saksi bisu dari kejadian penembakan Jenderal Ahmad Yani. Museum buka setiap  hari kecuali hari senin, dari jam 8 pagi sampai 2 siang. 

Kami merasakan perawatan dari museum ini sangat baik, terlihat dari bagian dalam rumah yang sangat rapi. Tidak terlihat adanya bagian sudut ruangan yang kotor.

Petugas museum akan menjelaskan kepada pengunjung proses kediaman Jenderal Ahmad Yani menjadi museum dan menceritakan kembali peristiwa G30S/PKI di tempat itu pada dinihari 1 Oktober 1965.

Petugas bernama Dwi mengatakan tidak ada perayaan khusus dari museum menjelang Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober, namun dia mengaku setiap  mendekati tanggal tersebut jumlah  pengunjung lebih banyak dari biasanya.

Petugas lainnya, Sartono (50) mengaku sudah lama menjaga museum tersebut bersama Dwi. 

Dia mengaku pengalaman hidupnya yang membuat ia tetap setia menjaga museum tersebut. 

"Bulan September lumayan banyak sekolah-sekolah yang melakukan kunjungan ke museum ini untuk memperkenalkan sejarah pada anak murid mereka," kata Sartono.

 

Saat kami berkunjung ke museum ini, pekan ketiga September 2017,  terlihat beberapa sekolah mengirim siswa-siswa mereka berkunjung ke Sasmita Loka Ahmad Yani.

Kebanyakan siswa yang datang tidak mengetahui sosok Jenderal Ahmad Yani.

"Saya tidak tahu, baru tahu sekarang  pas datang," kata Danish H. Darhan, salah seorang murid dari sekolah Bogor di museum tersebut. 

Saat memasuki ruangan pertama yaitu ruang tunggu, pengunjung diharuskan melepas alas kaki. Hawa sejuk dari mesin pendingin ruangan pun segera terasa. 

Ada dua patung macan di ruangan tersebut. Museum itu memajang  baju dinas hingga senjata Jenderal Ahmad Yani. 

Koleksi yang digelar antara lain kursi tamu Jenderal Ahmad Yani, tongkat komando, pakaian, cincin, kacamata, keris, dan uang gaji Oktober 1965 Rp123 ribu yang belum sempat diserahkan kepada Ibu Yani. Ada juga berbagai cinderamata dari berbagai daerah dan luar negeri.

Ruangan yang ada antara lain ruang tunggu, ruang ajudan, ruang santai, ruang khusus, ruang makan, ruang tidur, ruang kamar tidur putra/putri, ruang dokumentasi foto, dan juga ruang pahlawan revolusi.

Setelah melewati  beberapa kamar yang dulu digunakan Ahmad Yani dan anak-anaknya, ada lorong yang dulu merupakan tempat Jenderal Ahmad Yani diseret keluar rumah, ke arah taman belakang. 

Di samping rumah ada  ruangan untuk mobil yang digunakan Jenderal Ahmad Yani. 
Di bagian atas ada aula yang biasa digunakan untuk pemutaran video film Penumpasan G30S/PKI. 

Selanjutnya, di depan rumah ada taman dan patung sang Jenderal dengan bendera Merah Putih.

Menurut wikipedia, rumah tersebut dibangun sekitar tahun 1930 - 1940 pada saat pengembangan wilayah Menteng dan Gondangdia, semula gedung ini dipergunakan sebagai rumah tinggal pejabat maskapai swasta Belanda/Eropa

Pada tahun 1950-an dikelola oleh Dinas Perumahan Tentara, kemudian dihuni oleh Letjen Ahmad Yani sebagai perwira tinggi TNI AD dengan jabatan  terakhir Menteri/Panglima Angkatan Darat RI.


Komplek Monumen Pancasila Sakti 
Pada hari yang sama, Selasa (19/9) kami juga berkunjung ke komplek Monumen Pancasila Sakti. 
Beberapa petugas terlihat sibuk mengecat tembok  dan beberapa petugas dinas kebersihan memotong rumput. Ada juga  petugas pemadam kebakaran yang sedang menyiram tanaman.

"Kami dari dinas pemadam kebakaran  menyiram lapangan yang kering karena kemarau akhir - akhir bulan ini, pengerjaan ini kami lakukan sudah hampir sebulan dan akan selesai pada H-1 upacara," kata Supana salah satu komandan regu pemadam kebakaran sektor TMII Jakarta Timur.

Dia menjelaskan ada lima personel yang bertugas dengan satu mobil pompa air. 

Jakarta Timur. Monumen ini berdiri di atas lahan seluas 9 hektar, terdiri dari Museum Pengkhianatan PKI (Komunis), Sumur Tua tempat  membuang jenazah 7 Pahlawan Revolusi, Rumah Penyiksaan, Pos Komando, Dapur Umum, Mobil-Mobil tua peninggalan Pahlawan Revolusi dan Museum Paseban.

Saat pertama masuk Museum Pengkhianatan PKI  pengunjung disambut koleksi foto pemberontakan PKI, pengangkatan jenazah 7 Pahlawan Revolusi, dan beberapa diorama pemberontakan PKI di Indonesia.

Di Rumah Penyiksaan, terdapat diorama penyiksaan tujuh Pahlawan Revolusi. Tempat tersebut awalnya adalah sekolah.

Pos Komando adalah tempat milik warga  yang dipakai gerakan G/30S/PKI untuk merencanakan penculikan terhadap tujuh Pahlawan Revolusi. 

Dapur Umum adalah rumah warga yang tanpa izin pemiliknya dijadikan tempat logistik anggota gerakan tersebut.

Museum Paseban, diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 1 Oktober 1981 berisi tidak kurang dari sembilan diorama, antara lain penculikan Letjen TNI Ahmad Yani, pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi, dan Proses lahirnya Supersemar.

Terdapat Ruang Relik berisi pakaian yang dikenakan para korban saat diculik, serta hasil visum dari dokter. Ada juga alat bantu pernafasan yang dikenakan tim evaluasi jenazah dari dalam sumur.

Di kompleks itu juga ada ruang teater yang memutar rekaman bersejarah pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi hingga pemakaman ke Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Pengunjung pada hari itu kebanyakan adalah kelompok pelajar yang melakukan study tour. 

Sebagian dari mereka mengelilingi museum didampingi para guru. 

"Kami mengajak para siswa dan siswi mengetahui sejarah sekaligus menumbuhkan rasa nasionalisme, terlebih lagi menjelang Hari Kesaktian Pancasila," ujar Aida Mudrikah (40), salah satu guru SMA di Yayasan Islam Al-Ayaniyah tanggerang.

Vijanatin (17) salah satu siswi SMA YIA, mengatakan pertama kali datang ke museum tersebut. "Saya jadi tahu sejarah, di museum ini banyak pengetahuan baru," katanya. 

Apakah keluarga Pahlawan Revolusi juga sering berkunjung? Seorang ibu yang pekerjaannya terkait dengan komplek tersebut, mengemukakan setiap menjelang Hari Kesaktian Pancasila keluarga pahlawan revolusi juga berkunjung.

"Keluarga Pahlawan Revolusi, yang beragama Islam biasa tahlilan di sini. Kalau yang beragama Kristen mereka mengadakan kebaktian di ruang theater,"kata ibu yang minta identitasnya tidak perlu ditulis.

(Mgg/M. Fadhilah Hussen/Egy Mahstya/ Aldo Lucky Pratama/ A.S. Huda Ibrahim)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017