Jakarta (ANTARA News) - Permintaan pesanan yang dibatalkan merupakan kekecewaan terbanyak yang dialami konsumen taksi berbasis aplikasi atau taksi daring, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi saat diskusi Peraturan Menteri Nomor 26 tahun 2017 usai Putusan Mahkamah Agung di Jakarta, Senin, mengatakan sebanyak 22, 3 persen konsumen merasa kecewa apabila pengemudi taksi atau ojek daring minta dibatalkan pesanannya.

"Dari survei yang kami lakukan kepada 4.668 responden, 41 persen itu merasa kecewa dengan taksi online dan yang paling banyak itu kalau pengemudi minta "cancel" pesanan, sebanyak 22,3 persen," katanya.

Tulus merinci, kekecewaan lainnya, yaitu sulit mendapatkan pengemudi sebanyak 21,19 persen, pengemudi membatalkan sepihak 16,22 persen, aplikasi peta (map) rusak 13,11 persen, plat nomor tidak sama dengan kendaraan yang dibawa 12,06 persen, pengemudi tidak datang 6,34 persen, pengemudi tidak jujur kepada konsumen 5,03 persen, pengemudi memulai perjalanan sebelum bertemu dengan pelanggan 4,97 persen, pengemudi ugal-ugalan 4,73 persen, kendaraan bau asap rokok 4,61 persen, pengemudi tidak mau diberi tahu 2,89 persen dan pengemudi merokok saat berkendara 0,75 persen.

Hal itu mengindikasikan, kata Tulus, bahwa kualitas dan pola layanan transportasi daring masih banyak dikeluhkan konsumen, terutama menyangkut perilaku pengemudi.

"Klaim tarif transportasi online lebih murah adalah tidak terlalu tepat, murah kalau di luar peak hours (jam sibuk), kalau di peak hours itu tidak kalah mahal dengan taksi konvensional," katanya.

Dia menambahkan, juga tidak ada perlindungan mengenai data konsumen yang menjadi potensi bisnis besar untuk diperjualbelikan.

"Selama ini pengaduan yang sangat tinggi itu tentang transaksi online, artinya untuk data konsumen taksi daring ini, bukan hanya urusan Kemenhub, tetapi juga Kemenkominfo," katanya.

Terlebih, kalau terjadi sengketa antara operator dengan pengemudi, maka harus diselesaikan di luar negeri, karena bank data (data base) itu tidak tercatat di Indonesia.

"Entah di Singapura atau di Amerika Serikat, itu yang harus dicatat," katanya.

Dalam kesempatan sama, Perwakilan Asosiasi Driver Online Christiansen FW menampik hasil survei tersebut.

Menurut dia, sudah banyak peningkatan pelayanan dari pengemudi taksi daring.

"Sekarang ini, saya rasa sudah banyak yang menyediakan permen atau tisu di dalam kendaraan, mungkin dikaji kembali surveinya," katanya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017