Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro berharap Indonesia memiliki perusahaan asli nasional yang berfokus pada infrastruktur di segala bidang, baik transportasi, jalan raya hingga rumah sakit.

Dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Kamar Dagang Indonesia 2017, Menteri Bambang menjelaskan perusahaan Indonesia pada umumnya masih berfokus (core business) pada sumber daya alam, sedangkan sektor infrastruktur dan konstruksi hanya sebagai bisnis sampingan.

"Ide dan mimpi saya cuma satu, ada perusahaan Indonesia yang dimiliki Indonesia dengan core business infrastruktur, baik di jalan raya, kereta cepat hingga rumah sakit, penjara dan universitas. Saya ingin suatu saat bisnis kita bukan SDA, tetapi infrastruktur. Sawit dan batubara itu sampingan saja," kata Bambang di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan salah satu perusahaan yang patut dicontoh, yakni BAM Group, perusahaan bisnis jasa konstruksi utama Eropa dengan basis kantor pusat di Bunnik, Belanda.

Menurut dia, perusahaan BAM Group tidak hanya menggarap proyek jalan, namun juga aktif pada pembangunan fasilitas sosial, seperti rumah sakit, penjara dan universitas serta berbagai transportasi seperti kereta cepat.

Bambang menjelaskan tidak banyak perusahaan di Indonesia yang mengklaim bergerak di bisnis inti infrastruktur, selain Nusantara Infrastructure.

Namun demikian, ia mengajak agar perusahaan kontraktor swasta terlibat dalam pembangunan infrastruktur. Ada pun kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur berdasarkan RPJMN 2015-2019 mencapai Rp4.769 triliun.

Sementara itu, sumber pendanaan paling besar yakni dari APBN hanya mampu menanggung Rp1.951,3 triliun atau sekitar 41,3 persen.

Pembiayaan infrastruktur masih mengandalkan dari pihak swasta sebesar Rp1.751,5 triliun atau sekitar 36,5 persen dari total kebutuhan dana.

"Potensi kontraktor swasta masih ada di situ karena BUMN meskipun mendapat suntikan modal hanya bisa menanggung 22 persen. Kita masih butuh dari swasta sebesar 36,5 persen," jelas Bambang.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017