Jakarta  (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo mengatakan saat ini era komoditas sudah berlalu dalam aktivitas perekonomian dan tergantikan oleh era lifestyle alias gaya hidup.

"Disamping era digital, kita juga memasuki yang namanya lifestyle era, era gaya hidup. Ini banyak yang nggak sadar sudah banyak bergerak ke sana," kata Presiden saat bicara dalam acara penutupan Rapat Koordinasi Nasional Kamar Dagang Indonesia tahun 2017 di Jakarta, Selasa.

Menurut Jokowi di tengah era ekonomi digital bukan hanya banyak orang telah mengenal Google, YouTube, Twitter, Facebook, Instagram, Go-Jek, Tokopedia, atau Traveloka, tetapi juga banyak perkembangan lain yang dapat dilihat dan memiliki peluang.

Saat ini, lanjut Presiden, ratusan juta penduduk di China, India, Amerika Selatan, Afrika, Asia Tenggara saat ini dalam proses naik kelas untuk menjadi konsumen golongan kelas menengah.

Presiden mengatakan kondisi peralihan konsumen kelas menengah merupakan peluang besar yang tidak boleh dilewatkan apalagi gagal menggarapnya.

"Yang membedakan kelas menengah dari kelas bawah, yaitu gaya hidup, lifestyle. Istilah middle class lifestyle harus betul-betul kita cermati ini mau kemana dan harus kita apain," katanya. 

Jokowi meyakini Indonesia memiliki potensi dan kekuatan untuk menggarap peluang tersebut dengan mengandalkan UKM dan para pengusaha untuk menangkap peluang itu.

"Jangan sampai negara tetangga kita justru yang menggarap dan jadi saingan kita. Ini cepat-cepatan. Siapa yang duluan dia yang akan dapat. Jadi kita harus tahu lifestyle industry ini apa," katanya.


Komoditas gaya hidup

Presiden menjelaskan bahwa satu bagian penting dari industri gaya hidup adalah lifestyle commodity alias komoditas gaya hidup, dan Indonesia memiliki beberapa komoditi yang bisa masuk ke dalamnya, seperti komoditi kopi, kakao, teh yang saat ini permintaan sangat tinggi.

"Pertumbuhan demand untuk kopi, dan kita sekarang berada pada posisi nomor empat setelah Brazil, Vietnam, Kolombia, baru indonesia. Padahal kalau mau jadi nomor satu nggak sulit, Karena lahan kita masih banyak," katanya.

Presiden juga sempat menyarankan kepada Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan, Franky O. Widjaja, agar tidak hanya fokus pada kelapa sawit saja.

"Pak Franky, jangan ditanami saawit terus. Ada lho kakao, ada kopi, ada lada. Karena Brazil produksinya nomor satu hanya 2,8 juta ton, Vietnam 1,8 juta ton, harganya juga baik. Menanamnya di seluruh Indonesia ini mau semuanya, dari Sabang sampai Merauke mau, kopi di Aceh, Bali ada, Sulawesi, Papua ada. Lahannya bisa semuanya dan pertumbuhannya luar biasa," kata Presiden.

Jokowi menyebut pertumbuhan warung kopi di Indonesia itu cepat dan permintaannya naik sampai 20 persen dan dunia juga sama naik terus.

"Tapi kualitas (kopi) nggak dikerjain, peremajaan kopi nggak ada yang ngerjain, sekolah mengenai kopi nggak ada, pasca panen nggak ada, yang mendidik barista nggak ada. Kecepatan permintaan dengan ini nggak nyambung. ini tugas bapak ibu semuanya," kata Presiden di depan anggota Kadin.

Kepala Negara mengatakan baru bicara kopi saja sudah merupakan peluang besar, belum belum kakao, kelapa dan komoditas lainnya.

"Belum lagi teh, kayu manis (cinnamon), gula aren. Permintaanya gede-gede, tapi memang memulainya yang harus dierjaan oleh profesional kita di bidang ini. Ini ngak pernah dikerjakan secara besar-besaran," kata Presiden. 

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017