Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, menguat 19 poin menjadi Rp13.458 per dolar AS, setelah pada hari sebelumnya ditutup pada Rp13.477 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk Rully Nova mengatakan bahwa sentimen dari dalam negeri yang terbilang cukup kondusif mengimbangi sentimen eksternal yang cenderung menopang pergerakan dolar AS.

"Sebenarnya, dolar AS masih dalam tren penguatan akibat terbukanya potensi kenaikan suku bunga The Fed serta pemangkasan pajak perusahaan di Amerika Serikat. Namun, sejumlah data ekonomi Indonesia yang telah dirilis mencatatkan hasil positif mengimbangi sentimen AS itu," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa realisasi penerimaan perpajakan per akhir September hingga mencapai sekitar 60 persen dari target turut memberikan optimisme pasar terhadap keberlanjutan ekonomi nasional.

Selain itu, lanjut dia, faktor teknikal juga turut mempengaruhi pergerakan rupiah. Dalam beberapa hari terakhir ini dolar AS telah mengalami penguatan terhadap rupiah, kondisi itu memicu sebagian pelaku pasar melakukan aksi ambil untung.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa spekulasi kandidat Ketua The Fed pengganti Janet Yellen, yakni Jerome Powell yang dinilai "dovish" terhadap suku bunga AS masih menjadi salah satu faktor yang menahan laju dolar AS.

Namun, lanjut dia, data sektor jasa Amerika Serikat yang tumbuh pada September dan pengusaha swasta yang menambahkan lebih banyak pekerjaan daripada perkiraan dapat membalikan arah dolar AS ke area penguatan, kondisi itu dapat membatasi apresiasi rupiah.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis ini (5/10) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.483 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.489 per dolar AS.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017