Bandarlampung (ANTARA News) - Lampung adalah gerbang utama Sumatera menuju Pulau Jawa, terutama Jakarta, dan sedikitnya 3200 unit kendaraan melalui penyeberangan Bakauheni (Lampung)-Merak (Banten) setiap harinya. Sebagian truk-truk pengangkut barang yang menuju Jawa, terutama Jakarta, biasanya mengangkut produk pertanian, sementara yang menuju Sumatera membawa hasil industri Arus lalu lintas Jawa-Sumatera, terutama Jakarta-Lampung, semakin padat dari tahun ke tahun seiring berkembangnya pembangunan di Sumatera dan Lampung. BPS Lampung mencatat bahwa pertumbuhan perdagangan antar wilayah melalui Lampung cukup pesat pada triliwun I tahun 2007, yakni 39,1 persen. Provinsi Lampung yang berpenduduk 7,2 juta jiwa dengan luas 35.367 Km2 itu memiliki potensi investasi yang sangat besar di bidang pertanian. Berbagai usaha skala raksasa yang terkait dengan bidang pertanian dan perikanan terdapat di Lampung. Sejumlah keunggulan Lampung yang kerap kali dipromosikan pemerintah daerah Lampung, di antaranya adalah sebagai produsen gula pasir yang memasok sampai 35 persen produksi nasional, produsen tapioka (60 persen produksi nasional), penghasil nenas kaleng (26 persen pemasok kebutuhan dunia), dan pengekspor udang ke AS dan Jepang (terbesar di Indonesia). Lampung juga lumbung padi nasional, penghasil utama jagung dan kopi nasional, atau penjual sapi terbesar ke Pulau Jawa. Ironisnya, provinsi itu juga kerap disebut-sebut sebagai provinsi termiskin nomor 8 di Indonesia, meski parameter kemiskinan itu masih dipertanyakan kalangan pejabat daerah. Mempertanyakan parameter itu wajar karena penduduk yang tidak memiliki rumah atau kena penyakit busung lapar/gizi buruk jarang ditemukan di Lampung. Namun, data BPS Lampung 2006 menyebutkan jumlah keluarga miskin di Lampung akibat kenaikan harga BBM bertambah menjadi 785.000 KK. Jika satu keluarga berjumlah empat orang, maka penduduk Lampung yang miskin adalah 3,14 juta orang, atau 43 persen. Angka kemiskinan itu adalah suatu jumlah yang sangat besar, apalagi 45 persen desa atau 765 desa di Lampung juga termasuk kategori desa miskin. Dengan angka kemiskinan sebesar itu, seharusnya kemiskinan Lampung itu sangat kentara terlihat sebagaimana halnya di daerah miskin lainnya, seperti NTT. Gubernur Lampung Sjachroedin ZP menyebutkan akar masalah kemiskinan itu adalah perekonomian Lampung yang sangat bergantung pada hasil pertanian, keterbatasan lahan yang dimiliki penduduk, dan kondisi tenaga kerja yang kurang terampil sehingga hanya mampu menggeluti profesi sebagai pembantu rumah tangga. Data BPS Lampung triwulan I tahun 2007 menyebutkan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 2,06 juta orang, atau 170 ribu orang lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, angka pengangguran terbuka turun, hanya 8,29 persen dari 3,45 juta tenaga kerja di Lampung. Data itu secara gamblang menunjukkan makin banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian berkaitan makin banyaknya investasi di sektor pertanian di Lampung belakangan ini. Pada triwulan I tahun 2007, sektor pertanian adalah kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Lampung, yakni 43,2 persen, kemudian sektor perdagangan/hotel/restoran (15,87 persen), sektor industri pengolahan (10,3 persen), dan sektor jasa-jasa (8,8 persen). Kondisi penduduk desa miskin dapat dilihat dari kajian BPN Provinsi Lampung atas dua desa yang masuk program Reforma Agraria, yakni kemiskinan disebabkan oleh kurangnya akses petani terhadap aset, permodalan, dan teknologi. Dengan kata lain, sebagian besar petani memiliki lahan di bawah 0,5 Ha, atau statusnya hanya sebagai penggarap, sementara hasil pertanian tidak produktif akibat kurangnya penguasaan teknologi pertanian. Akses mereka terhadap pemasaran produk pertanian sangat terbatas sehingga para tengkulak dan pedagang pengumpullah yang menikmati keuntungannya. Peluang Parameter kemiskinan memang masih diperdebatkan, namun terlepas dari itu, Lampung sebenarnya memiliki peluang- peluang investasi yang sangat besar. Pemprov Lampung sudah menetapkan kebijakan investasi daerah yang mengutamakan iklim investasi yang sehat, mendorong pengembangan investasi manufaktur (seperti industri pengolahan hasil pertanian dan industri pariwisata), membangun kawasan zona industri, mempermudah perizinan, memperbaiki infrastruktur, atau memberdayakan masyarakat dan meningkatkan profesionalisme aparatur pemerintah daerah. Tersedianya infrastruktur adalah salah satu daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Lampung. Namun kondisi saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar ruas jalan di Lampung dalam keadaan rusak, sehingga merupakan ancaman bagi Lampung untuk menarik inevestasi. Untuk menarik investasi, Lampung menawarkan kepada investor untuk menanamkan modalnya dengan pola kemitraan bersama para petani. Untuk investasi di bidang pertanian dan industri pengolahan hasil-hasil pertanian, lokasi yang ditawarkan adalah di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Utara, Tulang Bawang, dan Kabupaten Way Kanan. Produksi komoditi padi, jagung, dan ubi kayu tahun 2006 masing-masing mencapai 2,12 juta ton, 1,46 juta ton, dan 5,08 juta ton. Luas lahan pertanian terus meningkat. Luas lahan padi tahun 2006 adalah 496 ribu Ha, sedang lahan jagung dan ubi kayu adalah 413 ribu Ha dan 287 ribu Ha. Lampung juga menawarkan peluang penggemukan sapi dan kambing Boerawa melalui kemitraan, serta membangun industri pakan ternak. Lampung juga pemasok ternak terbesar ke Jawa dan Sumatera, sementara bahan pakan ternak sangat besar tersedia di Lampung, seperti tebu, nanas, dan jagung. Lokasi yang ditawarkan kepada investor untuk investasi ini adalah Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, dan Tulang Bawang. Peluang investasi lainnya ada di bidang perikanan dan industri perikanan. Produksi dan ekspor perikanan Lampung dalam tiga tahun terakhir terus meningkat. Untuk tahun 2006, produksi ikan mencapai 236 ribu ton dengan nilai ekspor 163 juta dolar AS. Lampung memiliki SDM yang memadai di bidang perikanan, dan para investor ditawarkan menanamkan modalnya di Lampung Utara, Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Tanggamus. Peluang investasi lainnya adalah di Lampung Tengah, Lampung Utara, Tulang Bawang dan Way Kanan untuk investasi pengolahan sawit (CPO). Lampung tahun 2006 memproduksi 497 ribu ton CPO. Juga ditawarkan pembangunan industri pengolahan dan perkebunan kakao, meski Lampung hanya memproduksi 25 ribu ton kakao tahun 2006. Daerah yang ditawarkan adalah Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Tanggamus. Peluang-peluang investasi lainnya mencakup perkebunan dan pengolahan karet, pembangunan pabrik kopi, atau pengembangan energi terbarukan. Peluang investasi di bidang energi itu sangat besar, karena di Lampung banyak ditemukan kelapa sawit, tanaman jarak, kelapa, ubi kayu, dan tebu, yang menjadi bahan bakunya. Ada juga potensi panas bumi, atau pembangunan infrastruktur berupa jembatan Selat Sunda atau jalan tol. Biaya pembangunan infrastruktur itu memang luar biasa, yakni lebih Rp100 triliun untuk jembatan Selat Sunda, dan Rp5,2 triliun untuk pembangun jalan tol sepanjang 145 Km dari Bakauheni-Babatan- Tegineneng-Terbanggi Besar. Peluang investasi lainnya adalah pembangunan Kota Baru Natar di atas lahan seluas 5000 Ha dengan biaya Ro1,54 triliun, atau Kota Baru Jatiagung selulas 1100 Ha. Lampung memang memiliki berbagai peluang investasi yang menguntungkan, namun perlu dilihat data Pemprov Lampung yang menunjukkan bahwa nilai investasi PMA dan PMDN di Lampung sejak tahun 2000 selalu fluaktif, bahkan pernah hanya Rp296 milyar tahun 2003.(*)

Oleh Oleh Hisar Sitanggang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007