Serang (ANTARA News) - Program berobat gratis dengan menunjukan identitas kependudukan atau KTP bagi warga kurang mampu di Banten akan dimulai pada 2018, tahap pertama bagi 400 ribu warga miskin yang belum masuk dalam program pemerintah daerah maupun pusat.

"Yang pasti tahun 2018 kita anggarkan, besarannya saya lupa nanti takut salah. Jumlah sasarannya 400 ribuan warga miskin," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Ranta Soeharta di Serang, Senin.

Ranta Soeharta mengatakan, Pemprov Banten tetap konsisten dengan rencana awal yang akan menerapkan program berobat gratis bagi warga kurang mampu yang belum terjaring program pemerintah pada bidang kesehatan seperti JKN.

Ia menjelaskan, alokasi anggaran untuk program tersebut pada RABPD 2018 berjumlah 400 ribu jiwa. Angka itu bisa saja bertambah mengingat pembahasan RAPBD 2018 hingga saat ini terus dilakukan antara tim anggaran pemerintah daerah dengan DPRD.

"400 ribu jiwa kurang lebih, sudah pasti itu," katanya.

Menurutnya, Pemprov Banten kemungkinan akan menyesuaikan program berobat gratis tersebut agar tidak bertentangan dengan UU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Ia mengatakan, Pemprov Banten siap untuk mengintegrasikan program sesuai aturan yang berlaku. Misalnya, kata dia, salah satu integrasi yang akan dilakukannya adalah warga miskin di Banten yang belum memiliki asuransi kesehatan tetap akan dimasukan sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Sedangkan pemprov akan berperan sebagai penjamin dengan membayarkan premi bulanan pesertanya.

"Nanti kita integrasikan, inginnya Pak Gubernur seperti itu karena kita juga nggak menutup kemungkinan. Dalam UU harus diintegrasikan, ya kita harus tunduk ke UU," katanya.

Sebelumnya, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Banten, Kalimantan Barat dan Lampung Benjamin Saut mengatakan, pada dasarnya pihaknya sangat mendukung program berobat gratis dengan menggunakan KTP yang diinisiasi pemprov. Namun dengan aturan yang belaku maka metode yang paling tepat dalam penerapannya adalah dengan pola integrasi.

"Jadi nanti saat warga miskin datang ke rumah sakit atau tempat layanan kesehatan lainnya yang bekerja sama dengan kami, tinggal dicek saja, ada tidak data warga tersebut di BPJS. Dan kalau tidak ada, saat itu juga langsung didaftarkan dan langsung dapat mengakses layanan kesehatan. Jika Jamkesda tidak terintegrasi dengan JKN adalah tumpang tindih program. Belum lagi ini melanggar UU juga," katanya.

Pewarta: Mulyana
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017