Jakarta (ANTARA News) - Ketua majelis hakim Jhon Halasan Butar Butar mencecar Dirut Perum Percetakan Negara RI 2009-2013 Isnu Edhi Wijaya mengenai peran pengusaha Andi Narogong dalam pengadaan KTP-Elektronik.

"Ini rasanya lucu, dia sudah melakukan banyak hal, mengundang orang rapat, memberikan penjelasan-penjelasan, menyediakan tempat bertemu, beberapa kali mendatangi Anda. Belum lagi saya kaitkan dengan kenyataan lain mengeluarkan uang begitu banyak, melakukan hal begini tanpa tujuan yang jelas? Tidak masuk di akal, makanya saya tanya ulang, yang saudara tahu apalagi yang dilakukan saudara Andi?" tanya ketua majelis hakim Jhon Halsan Butar butar di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

"Maaf yang mulia," jawab Isnu sambil terbata-bata lalu terdiam. Isnu menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dalam proyek pengadaan KTP-Elektronik (KTP-E) yang seluruhnya merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.

"Pertanyaan saya sederhana, anda ini bos dari perusahaan yang tidak kecil. Saya kira Anda terima tamu juga tidak sembarangan. sekarang anda berhadapan dengan saudara Andi, dan Anda katakan Anda dia tahu untuk keperluan Anda ke sana atau apa yang dibicarakan?" tanya hakim Jhon.

"Kalau pembicaraan yang pasti saya lupa, tentu keperluannya adalah mau ikut dalam proyek ini. Ikut di bisnis maksud saya, yang jelas kalau ikut di percetakan tidak bisa karena tidak punya pabrik," jawab Isnu.

"Nah sekarang dia datang dengan maksud untuk diikutkan sebagai apa?" tanya hakim Jhon.

"Sebagai anggota konsorsium atau subkontraktor," jawab Isnu.

"Bagaimana mungkin orang seperti Anda, ada orang datang ke Anda untuk tujuan tidak jelas? Ada kemungkinan dia ikut pengadaan e-KTP, apa yang dia inginkan di sana? Kok sepertinya sulit sekali kita bicara di sini, coba diingat," kejar hakim Jhon.

"Mungkin mau ikut anggota konsorsium atau mencari proyek kalau konsorsium menang, waktu ada persyaratan administrasi dia tidak bisa karena tidak punya pabrik. akhirnya dia tidak ikut (konsorsium)," jawab Isnu.

"Setelah PNRI menang, apalagi tidakan Andi yang Anda ingat?" tanya hakim Jhon.

"Setelah menang, rasa-rasanya saya tidak pernah ketemu lagi dengan saudara Andi," jawab Isnu.

"Saya tanya mampu tidak mencetak 120 juta E-KTP? Dikerjakan sendiri atau subkon?" tanya anggota majelis hakim Ansyori Saifuddin.

"Subkon bagian dari kartu-kartu itu, yang komplit 145 juta tapi blangko yang tidak tercapai 170 juta karena tidak bisa dipersonalisasi," jawab Isnu.

Manajemen bersama konsorsium PNRI dalam dakwaan KTP-E disebut mendapatkan keuntungan sejumlah Rp137,989 miliar. PNRI juga disebut sebagai salah satu darai tiga konsorsium yang terkafiliasi dengan Andi yaitu PNRI, Astagraphia dan Murakabi Sejahtera dimenangkan dalam tender KTP-E.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017