Yogyakarta (ANTARA News) - Studio Pertunjukan Sastra Yogyakarta mengajak anak-anak menikmati sastra pada acara Hari Bersastra Yogya ke-5 bertajuk "Bergembira di Taman Sastra" pada 29 Oktober pukul 09.00 sampai 15.00 di Ruang Seminar dan Amphiteater Taman Budaya Yogyakarta.

Menurut koordinator acara Hari Bersastra Yogya, Sukandar, Selasa, kegiatan itu disajikan sebagai satu "laboratorium" kecil dunia literasi, sastra, dan anak.

"Laboraturium kecil itu diwujudkan dengan rangkaian lokakarya, pelatihan, sarasehan, pertunjukan, dongeng dan pembacaan puisi. Lokakarya menyajikan pergelaran Wayang Kartun dengan lakon Timun Emas oleh dalang Bagong Soebardjo.

"Dari hal itu, anak-anak diminta untuk menuliskan apa yang ditemukan dalam bentuk tulisan. Metode ini mengajak anak untuk memikirkan apa yang mereka tuliskan dari hasil melihat, ngematke (memperhatikan)," katanya.

Anak-anak usia 9-13 tahun dari sanggar/komunitas/sekolah menjadi pilihan sasaran kegiatan karena mereka dianggap sudah selesai dengan kemampuan teknis membaca dan menulis dan bersiap menuju proses literasi dan bersastra, yakni pembacaan secara terus menerus yang melahirkan daya pikir, kemampuan analisis, kekritisan.

Ia menyebut sastra sebagai salah satu media dan ruang bagi kehidupan literasi dan bahwa sastra (untuk) anak diperlukan sebagai sebuah medan ajar sekaligus upaya membangun tradisi literasi.

"Sastra mengajarkan bagaimana sebuah peristiwa, pengalaman, benda, dan banyak hal lain dicermati, disimak untuk digenggam sebagai sebuah makna," katanya.

"Dan sastra (untuk) anak, mencoba meletakkan kembali dasar-dasar literasi lewat hal-hal sederhana: tentang rambut yang terus tumbuh di kepala, cacing yang menggeliat-geliat ketika sebagian tubuhnya hilang, juga tentang rumput atau pohon yang tumbuh di halaman rumah," ia menjelaskan.

Ia mengatakan kegiatan Hari Bersastra Yogya mengajak anak-anak untuk kembali mendekat dan mencatat: mengapa, siapa, dan bagaimana rambut, si cacing, rumput, dan pohon itu; bersama membuka kamus-kamus, menyerap arti denotasi/umum yang hari ini sepertinya diabaikan.

"Semangat itu menjadi titik tolak dari kegiatan ini. Iqra, membaca kembali segenap tanda, peristiwa yang terjadi baik di dalam maupun di luar diri manusia. Khususnya bagi dunia anak, mengajak mereka untuk menyerap segenap peristiwa kehidupan, mengumpulkan sebanyak-banyaknya arti denotasi sebagai bekal kelak di tumbuh, hidup di tengah zaman yang terus berubah," katanya.

Sukandar mengatakan, sastra (untuk) anak merupakan cara untuk terus-menerus mengenalkan proses dan peristiwa kehidupan.

"Dengan tajuk 'Bergembira di Taman Sastra', segenap pelaku, pemerhati, dan tentunya anak-anak diajak untuk bergemberia dalam kadarnya masing-masing. Mengajak semua untuk kembali menapak pada pengalaman keseharian, peristiwa terdekat. Sebab, kata orang bijak, 'sastra adalah cermin kehidupan'," katanya.

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017