Jika informasi itu benar adanya, maka PDI Perjuangan langsung melakukan pemecatan seketika kepada yang bersangkutan dari posisinya sebagai kader partai."
Jakarta (ANTARA News) - Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku terkejut dengan informasi Bupati Nganjuk Taufiqurrahman terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun demikian dirinya sudah berulangkali mengingatkan Taufiq agar tidak main-main dengan perilaku yang melanggar hukum.

"Jika informasi itu benar adanya, maka PDI Perjuangan langsung melakukan pemecatan seketika kepada yang bersangkutan dari posisinya sebagai kader partai," tegas Hasto, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa posisi Taufiq di internal PDI Perjuangan juga sudah dibebastugaskan dari jabatan Ketua DPC PDI Perjuangan Nganjuk sejak 26 Januari 2017 lalu karena faktor kedisiplinan.

"Yang bersangkutan sudah diberikan sanksi organisasi dan dibebastugaskan dari jabatan Ketua DPC sejak tanggal 26 Januari lalu," ucap Hasto, menegaskan.

Sebagai bentuk ketegasan PDI Perjuangan memberikan sanksi kepada Taufiq, di Pilkada Nganjuk pihaknya tidak memberikan rekomendasi yang diperjuangkan Taufiq yang menginginkan agar PDI Perjuangan mencalonkan istrinya.

"PDI Perjuangan tegas, tidak mencalonkan sosok yang dikehendaki oleh saudara Taufiq," tegas Hasto.

Ia mengatakan bahwa sebenarnya Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri selalu mengingatkan kader-kadernya yang dipercaya sebagai penyelenggara negara untuk tidak main-main dengan praktik pelanggaran hukum.

"Ancaman sanksinya sangat tegas bahwa siapapun yang terkena OTT oleh KPK, maka saat itu juga partai langsung mengeluarkan surat pemecatan," ujar Hasto.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan 15 orang dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dan Nganjuk, Jawa Timur.

"Benar ada OTT yang dilakukan tim KPK di salah satu kabupaten di Jatim, kami mengamankan sejumlah orang di sana dan juga diamankan sejumlah orang di Jakarta. Sampai saat ini informasi yang kami terima ada sekitar 15 orang yang diamankan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Febri menjelaskan bahwa KPK dulu memang pernah menangani kepala daerah yang diamankan pada OTT kali ini, tetapi tidak bisa diselesaikan karena kasus itu kemudian dilimpahkan berdasarkan perintah Hakim praperadilan.

Ia pun menyatakan bahwa selain kepala daerah, tim KPK juga mengamankan pegawai setempat dan juga pihak swasta.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, KPK diduga melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal I Wayan Karya pada putusan Senin (6/3) menerima sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.

Politisi PDI Perjuangan itu disangkakan pasal 12 B UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur mengenai penerimaan gratifikasi, dengan ancaman bagi pelaku yang terbukti adalah penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Selain terjerat kasus gratifikasi, Taufiqurrahman juga menjadi tersangka dalam pengadaan lima proyek pembangunan dan perbaikan jalan di Kabupaten Nganjuk tahun 2009.

Lima proyek yang diduga menjadi lahan korupsi Bupati Nganjuk adalah pembangunan jembatan Kedungingas, proyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala jalan Ngangkrek ke Blora di Kabupaten Nganjuk.

Dalam kasus itu KPK menyangkakan pasal 12 huruf i UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada Taufiq.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017