... adopsi implementasi Kesepakatan Paris akan dilakukan di COP-24 ..."
Jakarta (ANTARA News) - Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, mengingatkan kepada Delegasi Republik Indonesia dalam di Konferensi Para Pihak (Conference of Parties/COP) ke-23 tentang Perubahan Iklim mengutamakan kepentingan nasional karena akan menjadi tonggak sejarah penerapan Kesepakatan Paris 2015.

"COP23 jadi tonggak sejarah untuk memastikan pedoman implementasi Kesepakatan Paris. Sesuai kesepakatan di Marakesh (COP22), adopsi implementasi Kesepakatan Paris akan dilakukan di COP24 (Polandia 2018) sebagai sesi terkahir dari perundingan penetapan pedoman operasional hasil COP21," ujarnya di Jakarta, Kamis.

Hal yang perlu diingat, menurut dia, terutama para negosiator memahami bahwa perundingan perubahan iklim bukan proses satu atau dua tahun, tetapi suatu keberlanjutan, termasuk sejak COP13 di Bali.

Oleh karena itu, para negosiator Delegasi RI (Delri) untuk COP-23 di Bonn, Jerman, harus benar-benar memahami isu agar tidak tersesat di "hutan rimba" perundingan.

Ia menekankan bahwa sangat penting memahami secara benar siapa saja pihak yang menjadi kawan maupun lawan, dan tetap harus waspada karena setiap negara memiliki kepentingannya sendiri.

Indonesia memang masuk ke dalam beberapa grup dalam perundingan, namun tetap yang utama yakni mendahulukan kepentingan sendiri, demikian Wimar Witoelar.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nur Masripatin mengatakan setelah Kesepakatan Paris, Pemerintah Indonesia juga memberikan perhatian besar di luar perundingan karena ada berbagai peluang membawa misi lewat jalur nonperundingan.

"Jadi, memang perlu partisipasi semua pihak. Tidak hanya Delri yang berperan, tetapi semua pihak dan atau kelompok masyarakat," ujarnya.

Ketua Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan Iklim sekaligus Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmadja, pada kesempatan yang sama mengatakan Paviliun Indonesia di area COP-23 menjadi sarana efektif memperkenalkan ke masyarakat dunia.

"Di Paris, Paviliun Indonesia sempat menjadi favorit melalui kuliner dan budaya. Ini kesempatan kita memperlihatkan yang terbaik yang kita miliki, ini menjadi outreach, campaign sekaligus diplomasi iklim," ujar mantan Menteri Lingkungan Hidup RI periode 1993--1998 itu.

Sekira 400 delegasi akan mewakili Indonesia di COP-23 yang digelar Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) di Bonn, Jerman, pada 6 hingga 17 November 2017.

Sejumlah menteri dari Kabinet Kerja juga dijadwalkan hadir dalam COP-23, diantaranya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, dan Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead.

Pewarta: Virna P. Setyorini
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017