Baghdad (ANTARA News) - Pasukan Irak dan para pejuang Peshmerga Kurdi mencapai kesepakatan pada Jumat untuk menghentikan pertempuran di bagian utara Irak, kantor media koalisi anti ISIS pimpinan Amerika Serikat melaporkan.

Seorang juru bicara koalisi itu di Baghdad mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa perjanjian gencatan senjata tersebut mencakup semua front.

Pasukan pemerintah Irak Mobilisasi Rakyat yang didukung Iran melancarkan serangan mengejutkan pada 16 Oktober sebagai balasan atas referendum 25 September mengenai kemerdekaan yang diselenggarakan Pemerintah Regional Kurdistan (KRG) di bagian utara Irak.

Serangan tersebut bertujuan untuk merebut wilayah-wilayah yang dipersengeketakan, yang diklaim oleh KRG dan pemerintah pusat Irak, dan juga perlintasan perbatasan dan fasilitas-fasilitas minyak.

Kota Kirkuk yang kaya minyak jatuh ke tangan passukan Irak tanpa banyak perlawanan pada 16 Oktober tetapi Peshmerga mulai menyerang balik dengan kekuatan penuh sementara mereka mundur ke wilayah yang lebih dekat ke kawasan inti KRG.

Bentrokan-bentrokan paling sengit terjadi di sudut bagian baratlaut tempat Peshmerga mempertahankan perlintasan-perlintasan darat ke Turki dan Suriah dan sebuah pusat minyak yang mengendalikan ekspor-ekspor minyak mentah KRG.


Warga Kurdi Mengungsi

Hampir 30.000 orang Kurdi telah mengungsi dari Kirkuk, kota multi etnis di bagian selatan Irak, tempat ketegangan yang berlatar etnis merebak setelah pasukan Irak menguasainya, kata organisasi-organisasi kemanusiaan pada Rabu (25/10.

Sebagian besar di antara mereka yang mengungsi dari Tuz Khurmato sangat memerlukan bantuan dan tinggal di tempat-tempat penampungan terbuka, kata sejumlah pejabat dari dua organisasi kemanusiaan internasional kepada Reuters.

Amnesty International, organisasi ketiga, mengatakan pada Selasa, citra-citra satelit, video, foto dan puluhan kesaksian mengindikasikan bahwa ratusan properti dijarah, dibakar dan dihancurkan dalam suatu peristiwa yang tampaknya serangan dengan sasaran kawasan-kawasan yang mayoritas dihuni etnis Kurdi di kota itu yang berpenduduk 100.000 orang.

Orang-orang Kurdi menyelamatkan diri setelah pejuang Peshmerga Kurdi mundur dari kota itu pada 16 Oktober, sementara pasukan pemerintah dan Mobilisasi Rakyat yang menganut faham Syiah dukungan Iran bergerak masuk sebagai balasan atas penyelenggaraan referendum yang diadakan otoritas kawasan Kurdistan bulan lalu.

Tuz, yang berlokasi antara Kirkuk yang kaya minyak dan Baghdad, juga dihuni oleh warga Arab dan Turkmen yang Syiah.

"Banyak orang yang mengungsi tinggal di tempat-tempat umum dan ruang terbuka di sekolah-sekolah, masjid atau gedung-gedung yang belum selesai dibangun," kata Jennifer Connet, manajer program Oxfam.

"Mereka memerlukan bantuan darurat dan juga dukungan psikologis sementara banyak yang kehilangan kontak dengan anak-anak dan sanak saudara atau menyaksikan insiden-insiden traumatik ketika mereka menyelamatkan diri."

Pejabat dari organisasi lain membenarkan laporan itu tetapi hanya memberikan informasi latar belakang supaya tidak dapat mengkompromikan aksesnya kepada orang-orang yang mengungsi itu.

Sedikitnya 11 warga sipil tewas, kata Amnesty, menyebut kesaksian orang-orang yang meloloskan diri dari kota tersebut yang mengatakan mereka diserang oleh paramiliter Turkmen.

Mobilisasi Rakyat, pasukan paramiliter yang dilatih di Iran dan mendukung pemerintah Irak di kawasan itu, tidak terlibat dalam kekerasan tersebut yang terjadi di kota itu, kata Karim Nuri, juru bicara kepada Reuters di Baghdad.

"Ini bukan pengusiran paksa, saudara-sauadara kami orang Kurdi melarikan diri takut akan aksi balasan," kata dia, menyerukan keamanan pemerintah menghentiksan kekerasan itu.

(Uu.M016)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017