Jakarta (ANTARA News) - Universitas Gadjah Mada menjadi tuan rumah penyelengaraan “The 15th ASEAN and 5th ASEAN+3 Youth Cultural Forum (YCF)” pada 31 Oktober hingga 6 November 2017.

Siaran pers UGM menyebutkan, sejumlah 108 mahasiswa dari berbagai negara di ASEAN, China, Jepang dan Korea datang ke UGM untuk mengikuti program tersebut dan belajar tentang diplomasi budaya dari para pakar di UGM.

Acara ini merupakan acara rutin yang diselenggarakan oleh ASEAN University Network (AUN) dan tahun ini mempercayakan pelaksanaannya kepada UGM.

Tema besar yang diusung pada perhelatan ini adalah “Revitalizing Cultural Diplomacy in Greater ASEAN“.

Dalam sambutannya mewakili Rektor UGM, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, Dr. Paripurna Sugarda, menyampaikan bahwa ASEAN dan sekitarnya adalah kawasan yang begitu dinamis dengan banyak perkembangan positif.

Paripurna menegaskan ASEAN tidak bebas dari masalah, oleh karena itu anak-anak muda ASEAN dan sekitarnya harus bersiap diri untuk menghadapi masalah itu di masa depan.

Apapun yang terjadi, pungkasnya, solusi damai harus menjadi satu-satunya pilihan.

Paripurna Sugarda dalam sambutan mengemukakan anak-anak muda ini  kelak akan bertemu lagi di forum-forum yang lebih serius seperti Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN atau bahkan Sidang Umum PBB di New York, untuk membicarakan nasib kawasan.

Acara ini, katanya akan menjadi cikal bakal bagi interaksi yang positif dan kemampuan diplomasi efektif bagi pemimpin dunia di masa depan.




Dr. Choltis Dhirathiti, Direktur Eksekutif AUN, menyampaikan pelaksanaan acara tersebut di Indonesia  sangat tepat karena Indonesia terkenal sangat kaya dengan budaya dan memiliki irisan budaya dengan berbagai negara di ASEAN dan sekitarnya.

Choltis menegaskan bahwa topik yang dipilih kali ini unik dan berbeda dari tema-tema yang diusung di tahun-tahun sebelumnya.

Dalam acara orientasi, Dr. I Made Andi Arsana selaku Koordinator Program dan Kepala Kantor Urusan Internasional UGM, menyampaikan bahwa ASEAN memang masih memiliki berbagai macam konflik dan permasalahan, "tetapi kita harus tetap optimis."

Dia mengatakan, ada anak muda di ASEAN yang berpikiran terbuka untuk bekerja sama dan mengutamakan solusi damai dalam menghadapi berbagai persoalan.

Dihubungi secara terpisah, Dr. Danang Sri Hadmoko, selaku Direktur Kemitraan, Alumni dan Urusan Internasional UGM, menyampakkan apresiasi atas kinerja panitia.

Penyelanggaraan acara ini menjadi bukti kepercayaan masyarakat kawasan terhadap Indonesia dan kepada UGM secara khusus.

Sebagai bangsa terbesar di ASEAN, lanjutnya, kepemimpinan Indonesia ditunggu banyak pihak dan hal itu harus dirintis dan diperkuat, salah satunya, melalui program-program yang mempertemukan anak-anak muda di kawasan seperti YCF ini.

Selama seminggu di Jogja, peserta akan mengikuti kuliah, lokakarya budaya (tari, panahan, membatik dll), melakukan kunjungan budaya, menyajikan pertunjukan seni jalanan, dan ditutup dengan kolaborasi untuk menghasilkan satu karya seni saat penutupan.

Karena penugasan ini, peserta, mau tidak mau, akan melakukan kerjasama sesuai dengan tujuan dilaksanakannya acara ini.

Di sela-sela aktivitas seminggu tersebut, peserta tentu saja akan diajak untuk menyaksikan pertunjukan seni Indonesia seperti Ramayana dan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah seperti Candi Prambanan.

Sesaat setelah pembukaan, beberapa peserta menyatakan antusiasmenya. Yiwen, seorang peserta dari China, menegaskan bahwa paparan yang dia saksikan berbeda dari yang dia lihat biasanya.

"Apa yang disampaikan memang sudah kita ketahui tetapi disajikan dengan cara baru sehingga tidak terkesan klise," katanya.


Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017