Jakarta (ANTARA News) - Ketua organiasi kajian reformasi dan kebijakan kesehatan atau Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS), Luthfi Mardiansyah, mengatakan perlu adanya penataan ulang penyaluran obat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Penataan perlu dilakukan karena berbagai permasalahan timbul selama dijalankannya program JKN, dari mulai kualitas pelayanan relatif rendah, kekosongan stok obat tertentu, perlakuan diskriminatif, ketidaktransparan penentuan harga obat, ketidakmerataan layanan, hingga masalah defisit keuangan yang terus membengkak," ujar Luthfi dalam diskusi di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan permasalahan seputar pengadaan dan distribusi obat dalam program JKN menimbulkan persepsi publik bahwa kualitas program itu rendah.

"Banyak muncul keluhan di masyarakat tentang kekosongan pasokan obat tertentu karena perencanaan yang kurang baik dari program JKN," kata dia.

Selain itu, defisit pendanaan di program JKN membuat pembayaran klaim di rumah sakit jadi mundur, dan dampak lanjutannya pembayaran ke distributor obat menjadi tertunggak.

"Ini seperti lingkaran setan yang perlu diputus agar dapat diperbaiki secara menyeluruh," papar dia.

Sementara itu, perwakilan dari Market Access International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), Dono Widiatmoko, menambahkan secara umum sejumlah tantangan dalam pelaksanaan program JKN antara lain penghitungan kebutuhan obat tidak akurat. Dampaknya, industri farmasi kesulitan untuk menghitung harga dan menyiapkan produksi.

"Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan pemerintah tidak transparan dan nilainya terlalu rendah. Di sisi lain, disinyalir ada perusahaan yang sengaja menurunkan harga obatnya agar menang tender, namun kemudian tidak dapat memenuhi kebutuhan program JKN," kata Dono.

Dono juga menyoroti perencanaan proses lelang yang tidak terencana baik. Idealnya lelang obat dilaksanakan jauh hari sebelum masa tayang e-katalog dimulai.

"Kekosongan pasokan obat dapat sewaktu-waktu terjadi di daerah karena pemenang tendernya hanya satu perusahaan. Di sisi lain, jadwal tender juga tidak tepat waktu," jelas Dono.

Dono meminta agar proses penyaluran obat JKN dapat ditata ulang, sehingga tidak merugikan masyarakat.

Selain itu, lanjut Dono, tidak semua obat dalam formularium nasional (Fornas) tercantum dalam e-catalog.

"Itu tantangan-tantangan yang perlu kita tata ulang secara bersama-sama," cetus Dono.

(T.I025/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017