Karena berisiko sekali kalau dengan alasan imunitas seseorang anggota DPR tidak bisa diperiksa atau lebih sulit dalam kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi ini."
Jakarta (ANTARA News) - KPK mengimbau agar Ketua DPR Setya Novanto menghadiri pemanggilan pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik pada Rabu (15/11).

"Saya kira ini seharusnya menjadi bentuk kepatuhan kita terhadap hukum, yaitu kalau dipanggil oleh penegak hukum sebaiknya datang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.

Surat panggilan kepada Setnov untuk diperiksa sebagai tersangka KTP-E sudah dikirimkan pada pekan lalu. Namun pengacara Setnov, Fredrich Yunadi mengatakan ketua umum Partai Golkar itu tidak akan hadir memenuhi panggilan KPK dengan alasan putusan MK tentang pasal 245 ayat 1 UU MD3 yaitu harus ada izin Presiden dan pasal 20A UUD 1945 yaitu anggota Dewan memiliki hak untuk bicara, untuk bertanya, untuk mengawasi dan punya imunitas

"Karena alasan imunitas ataupun dibutuhkannya persetujuan tertulis dari presiden sebenarnya kalau kita baca UU MD3 secara hati-hati tidak ada ketentuan seperti itu. Imunitas hanya diatur sebatas pada hal hal, misalnya diatur dalam pasal 224 UU MD3, seperti pernyataan atau pertanyaan yang diungkapkan dalam pelaksanaan tugas anggota DPR termasuk tindak lain," jelas Febri.

Sedangkan dalam konteks dugaan tindak pidana korupsi, imunitas tidak bisa digunakan.

"Karena berisiko sekali kalau dengan alasan imunitas seseorang anggota DPR tidak bisa diperiksa atau lebih sulit dalam kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi ini," ungkap Febri.

Sebenarnya, pasal 245 ayat 3 UU MD3 jelas menyebutkan izin Presiden itu tidak berlaku kalau terkait tangkap tangan, kejahatan yang ancaman pidananya seumur hidup, mati dan kejahatan kemanusiaan dan keamanan negara.

"Kalau kita baca secara lebih lengkap UU MD3 tersebut, ada penegasan pengecualian izin tertulis presiden itu jika disangkakan melanggar tindak pidana khusus. Artinya klausul itu tidak bisa digunakan lagi tapi terkait panggil paksa sejauh ini belum memiliki rencana itu karena sejauh ini KPK masih fokus pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan juga pemanggilan terhadap tersangka besok," tambah Febri.

KPK juga sudah memanggil istri Setnov, Deisti Astiani Tagor untuk agenda pemeriksaan pada Jumat (10/11), namun Deisti tidak datang dan mengirimkan surat pemberitahuan tidak hadir karena sakit. "Dilampirkan juga surat keterangan sakit dari Aditya Medical Centre yang pada pokoknya berisikan yang bersangkutan perlu istirahat karena sakit selama 1 minggu terhitung sejak 10 November 2017," kata Febri.

Surat tersebut ditandatangani dokter pemeriksa Okky Khadarusman.

"Yang bersangkutan akan diperiksa dalam kapasitas sebagai mantan Komisaris PT. Mondialindo Graha Perdana. Penyidik akan melakukan pemanggilan kembali untuk diperiksa pada Senin (19/11) depan. Kami ingatkan agar yang bersangkutan mematuhi aturan hukum dan hadir memenuhi panggilan penyidik," tegas Febri.

KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka dugaan korupsi KTP-E pada 31 Oktober 2017 setelah pada 29 September 2017 lalu hakim tunggal Cepi Iskanda membatalkan stataus tersangka Setnov.

Setnov disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017