Jakarta (ANTARA News) - Salah satu konglomerasi asal Korea Selatan, Lotte Group, dipastikan akan segera membuka bioskop pertamanya di Indonesia dalam waktu dekat.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf dalam forum pembiayaan film Akatara di Jakarta, Rabu, memastikan hal tersebut setelah perusahaan asal negeri ginseng itu mendapat izin prinsip dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Oktober lalu.

"Mereka bilang (akan buka bioskop) dalam waktu setahun ini, karena izin pinsipnya sudah keluar sebulan lalu, tepatnya tiga minggu yang lalu," katanya.

Triawan menjelaskan minta Lotte Group untuk membuka layar bioskop disambut positif lantaran pemerintah tengah berupaya mendorong terciptanya layar baru untuk mendukung perfilman nasional.

Meski demikian, ia mengaku belum mengetahui rincian nilai investasi dan target jumlah layar yang akan dibuka kelompok perusahaan itu.

"Tapi kami sudah jelaskan agar bisa membuka layar bioskop di kota-kota kecil," ujarnya.

Triawan menuturkan, kendati berasal dari negara yang kaya akan industri kreatif, ia meyakinkan bahwa perusahaan itu tidak akan menginvasi layar bioskop dengan film Korea.

"Jangan takut mereka akan putarkan film Korea saja, karena kalau di supermarketnya kita lihat produk Indonesia juga lebih banyak dari Korea. Mereka akan menyesuaikan dengan pasar disini," ungkapnya.

Ayah dari penyanyi Sherina Munaf itu mengatakan Korea Selatan memang masih menjadi salah satu negara yang menunjukkan ketertarikan tinggi di sektor film, baik untuk produksi hingga eksibisi. Hal itu dibuktikan dari mulai masuknya jaringan bioskop CGV di Indonesia hingga porsi pembiayaan sekitar 30 persen oleh CJ Entertainment dalam film "Pengabdi Setan".

Namun, lanjut Triawan, selain Korea Selatan, masih ada sejumlah negara lain yang telah menyampaikan minat investasi di subsektor film.

"Ada India di eksibisi, juga Amerika Serikat yang sudah masuk lewat film Wiro Sableng," katanya.

Triawan mengatakan tingginya minat asing untuk masuk ke subsektor perfilman adalah karena dikeluarkannya subsektor tersebut dari Daftar Negatif Investasi (DNI) pada 2016 lalu.

Sebelumnya subsektor perfilman tertutup bagi asing atau dibatasi maksimal 49 persen untuk usaha jasa teknik film termasuk studio shooting film, laboratorium film, dan fasilitas editing sound. Film editing dan film subtitle juga sebelumnya tertutup bagi asing. Namun, kini semua bidang itu terbuka 100 persen bagi investor asing dengan catatan tetap menggunakan praktisi film dari Indonesia.

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017