Surabaya (ANTARA News) - Sosiolog Prof. Dr. Drs. Hotman Siahaan menilai keindahan Kota Surabaya yang terlihat saat ini tanpa estetika karena hanya melakukan penataan ruang dengan taman-taman kota.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga itu menyebut keindahan Kota Surabaya akan lebih berestetika jika pemerintah setempat melibatkan para senimannya dengan memberi ruang untuk turut berkespresi.

"Tapi yang terjadi ruang-ruang seniman di Kota Surabaya justru digusur," katanya, saat menghadiri pembukaan pameran tunggal pelukis Makhfoed di Surabaya, Kamis malam.

Dia mengungkap penggusuran ruang seni di Kota Surabaya terjadi sejak era 1900-an, yaitu pada komunitas perupa Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera).

Aksera yang berdiri sejak 1967 di Balai Pemuda Surabaya pada pertengahan 1980-an digusur dan direlokasi di kawasan Jalan Dukuh Kupang Surabaya.

Sejak itu komunitas perupa Surabaya yang berbasis akademis seni rupa itu mengalami pergeseran dan hingga kini mengalami mati suri karena tidak mampu meregenerasi.

"Padahal, berbicara sejarah seni rupa Indonesia pasti ada Aksera yang turut mewarnai di dalamnya," ujarnya.

Balai Pemuda, menurut dia, adalah tempat nongkrong para seniman Kota Surabaya. Dari Aksera, yang saat itu masih berpusat di Balai Pemuda Surabaya, telah melahirkan perupa-perupa besar seperti almarhum Amang Rahman, O.H Supomo, M Ruslan, Tedja Suminar, M Daryono , dan Krishna Mustajab.

Selain perupa, Balai Pemuda juga melahirkan seniman-seniman besar di bidang lainnya, seperti almarhum Dramawan Basuki Rahmat, sineas Gatut Kusumo, musisi Gombloh, Franky Sahilatua, dan Leo Kristi.

"Semua seniman-seniman besar yang lahir dari Balai Pemuda itu turut mengharumkan nama Kota Surabaya," katanya.

Hotman merasa miris karena sama sekali tidak ada penghargaan dari Pemkot Surabaya kepada para senimannya.

Lebih miris lagi karena sekarang Pemkot Surabaya malah akan menggusur keberadaan Dewan Kesenian Surabaya dari lingkungan kompleks Balai Pemuda.

"Saya miris karena karena kantong-kantong kesenian di Surabaya tidak diperhatikan oleh Pemkot Surabaya. Sekaligus bangga karena seniman-seniman Kota Surabaya meski ruangnya dipersempit masih tetap punya semangat untuk berkarya," ucapnya.

Dia menyitir pameran tunggal pelukis Makhfoed, yang kini berusia 78 tahun dan merupakan dedengkot Komunitas Aksera di Kota Surabaya justru berlangsung di Galeri Prabangkara, Kompleks Taman Budaya Jawa Timur, yang merupakan ruang kesenian milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

(T.KR-SAS/T007)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017