Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani menandatangani revisi Peraturan Menteri Keuangan 118/2016 mengenai penggunaan surat keterangan bebas (SKB) pajak penghasilan (PPh) untuk pemanfaatan fasilitas pembebasan PPh pengalihan hak atas tanah bangunan yang belum dibaliknamakan.

"Proses balik nama atas harta berupa tanah dan atau bangunan, yang dulunya diatasnamakan nominee (perantara) dan sekarang jadi wajib pajak bersangkutan, maka proses balik nama tersebut akan dibebaskan dari pengenaan PPh," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan bahwa banyak wajib pajak pemilik tanah atau bangunan yang diatasnamakan orang lain.

Sesudah program pengampunan pajak, wajib pajak pemilik harta yang sebenarnya mengakui perihal kepemilikan tanah dan bangunan sehingga diperlukan proses balik nama.

"Proses tersebut dibebaskan dari PPh, jadi tidak termasuk harta baru yang mana mereka harus bayar PPh," ucap Sri Mulyani.

Kemenkeu menyebutkan terdapat sekitar 151 ribu wajib pajak yang berpotensi memanfaatkan fasilitas SKB PPh berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak.

Hingga 16 November 2017, sebanyak 34 ribu wajib pajak yang tercatat melakukan proses pengalihnamaan tanah dan bangunan dari pihak perantara (nominee) menjadi wajib pajak pemilik sebenarnya.

"Masih ada hampir 120 ribu lagi. Dari 34 ribu yang memanfaatkan SKB PPh, yang ditolak adalah 20 persen," ucap Sri Mulyani.

Dari jumlah permohonan SKB PPh yang ditolak, sebanyak 48 persen belum mampu memenuhi persyaratan formal seperti lembaran legalisasi dari notaris dan salinan dokumen pendukung.

Alasan penolakan berikutnya, yaitu sebanyak 20 persen dari jumlah permohonan SKB PPh yang ditolak, disebabkan oleh perbedaan data yang tercatat.

Perbedaan data dalam surat keterangan dan data pendukung itu terutama menyangkut luas tanah, nomor objek pajak, dan alamat atau lokasi.

Kemudian, sekitar 9 persen ditolak karena ada wajib pajak yang membawa harta bukan sebagai harta tambahan yang dideklarasikan namun hendak diikutkan di fasilitas pembebasan pengenaan PPh pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang belum dibaliknamakan.

Berikutnya, tercatat pula bahwa 9 persen penolakan terjadi karena tergolong transaksi jual beli biasa oleh pengembang dan bukan dalam rangka pengampunan pajak. Serta 8 persen sisanya ditolak karena berbagai macam persyaratan lainnya.

Sri Mulyani mengatakan wajib pajak dapat menyampaikan fotokopi surat keterangan pengampunan pajak atau surat keterangan bebas PPh untuk proses tersebut sebagai bukti pembebasan PPh kepada pejabat pembuat akta tanah (PPAT).

Pemberian kemudahan tersebut sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah dalam Rangka Pengampunan Pajak.

Sri Mulyani mengatakan proses untuk balik nama yang akan mendapatkan fasilitas pembebasan pajak penghasilan hanya berlaku sampai 31 Desember 2017.

"Kami berharap mereka mengikuti pengampunan pajak dari tahun lalu, dan proses itu harusnya sudah mulai bisa dilakukan. Jadi kami memohon wajib pajak tidak menunggu sampai 31 Desember 2017," ucap Sri Mulyani.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil juga mengimbau mereka yang akan memanfaatkan fasilitas SKB PPh untuk segera datang ke kantor BPN untuk minta didaftarkan peralihan haknya.

"Kami tidak akan mempermasalahkan lagi pajaknya selama menunjukkan aset tersebut sudah dimasukkan dalam bukti pengampunan pajak. Yang perlu dibayar cuma BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan), karena dalam pengampunan pajak itu tidak termasuk yang diamnestikan," kata dia.

Pewarta: Roberto Calvinantya Basuki
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017