Jakarta (ANTARA News) - UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang baru disahkan oleh DPR merupakan langkah terobosan dan instrumen yang sangat penting dalam rangka melindungi tenaga kerja Indonesia mulai dari prapenempatan hingga penempatan.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dalam keterangan tertulisnya, Jumat, menyatakan terobosan yang dilakukan dalam UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia akan memastikan seluruh proses mulai dari pra, penempatan dan sampai pasca penempatan pekerja migran mendapatkan jaminan dan keamanan dari negara.

"Dengan hadirnya UU ini kami sudah mengatur mulai dari pendataan dari kecamatan dan kelurahan, mengenai sistem pelayanan satu pintu yang dibuat untuk meminimalisir pungutan liar dan penipuan, hingga jaminan pasca menjadi pekerja," ungkapnya.

Sementara itu, Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka yang menjelaskan bahwa amanat UU itu untuk memberi jaminan kepada pekerja dan keluarganya dengan jaminan sosial yang lengkap, mulai dari kesehatan, kecelakaan, pensiun dan hari tua.

Di tempat terpisah, Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, pemerintah perlu menyelaraskan antara UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan kesepakatan perlindungan pekerja migran ASEAN yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dalam KTT ASEAN di Filipina, beberapa waktu lalu.

"Dengan menandatangani ASEAN Consensus, pemerintah perlu mengimplementasikan nilai-nilai yang menjadi poin penting dalam kesepakatan ini ke dalam UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia," kata Hizkia Respatiadi.

Menurut Hizkia, UU Perlindungan Pekerja Migran yang disahkan DPR pada 25 Oktober 2017 lalu dinilai belum mengatur sejumlah hal seperti kurikulum pelatihan.

Padahal, lanjutnya, kurikulum itu penting karena menyangkut peningkatan keahlian, serta kemampuan berbahasa dan pengetahuan mengenai hak dan kewajiban mereka.

"Contohnya saja soal penguatan kapasitas pekerja, lalu mengenai penyederhanaan proses pendaftaran dan keberangkatan para pekerja ke negara tujuan, juga hak dari keluarga pekerja migran," paparnya.

Selain itu, ujar dia, poin penting lainnya yang harus ditambahkan dalam UU Perlindungan Pekerja Migran adalah mengenai hak-hak pekerja migran seperti wajib memegang paspor, mendapatkan perlakuan dan penghasilan yang adil, serta hak untuk berkomunikasi hingga berpartisipasi pada asosiasi atau serikat pekerja di negara penerima.

CIPS juga mendorong pemerintah untuk mengevaluasi guna mengetahui dampak nyata dari pelatihan yang telah dilaksanakan, serta perlu pula diperhatikan mengenai lamanya proses pendaftaran dan besaran biaya yang harus dikeluarkan para calon pekerja migran.

"Rumitnya regulasi dikhawatirkan bisa mendorong para calon pekerja migran untuk menempuh cara ilegal untuk bekerja di luar negeri," jelasnya.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017