Jakarta (ANTARA News) - Analis pasar modal Lucky Bayu Purnomo menilai bahwa instrumen investasi obligasi di dalam negeri masih diminati investor asing seiring dengan fundamental ekonomi Indonesia yang cukup stabil.

"Tren obligasi di Indonesia masih cenderung menarik dimata investor asing seiring arah harga obligasi yang juga meliputi yield masih berada dalam area positif karena tren suku bunga rendah," ujar Lucky Bayu Purnomo yang juga Analis Danareksa Sekuritas di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan bahwa di tengah tren suku bunga rendah maka investasi di pasar modal dalam bentuk surat utang atau obligasi akan semakin menarik, apalagi disertai dengan fluktuasi nilai tukar rupiah yang stabil.

Ia menambahkan bahwa ekspektasi permintaan yang cukup tinggi itu, penerbitan obligasi dapat dijadikan opsi bagi pemerintah maupun korporasi untuk menerbitkan obligasi dalam rangka pembangunan infrastruktur maupun ekspansi kerja.

"Pemerintah saat ini cukup agresif menyelesaikan seluruh pekerjaan infrastruktur yang diharapkan tuntas sebelum tahun 2019, investor pun percaya proyek infrastruktur dapat mendorong perekonomian nasional. Itu yang dibobot investor sehingga obligasi cukup diminati," kata Lucky Bayu Purnomo.

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto menambahkan bahwa yang juga menjadi salah satu katalis positif di pasar obligasi domestik yakni inflasi yang terkendali serta adanya keyakinan investor lokal yang berani menyerap obligasi jangka panjang.

"Asing juga melihat seberapa besar keyakinan lokal untuk menyerap obligasi," katanya.

Berdasarkan data DJPPR Kementerian Keuangan, sepanjang Oktober 2017, investor asing cenderung melepas kepemilikannya pada instrumen surat berharga negara (SBN) yang dapat diperdagangkan (tradeable). Kepemilikan asing berkurang dari Rp819,37 triliun pada akhir September menjadi Rp796,20 triliun pada akhir Oktober.

Memasuki November 2017, kepemilikan asing pada SBN mulai bertambah. Berdasarkan data DJPPR Kementerian Keuangan, kepemilikan investor asing mencapai Rp816,97 triliun per 16 November 2017, dibandingkan akhir Oktober lalu.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017