Jakarta (ANTARA News) - Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setidjawarno menyarankan penindakan terhadap truk yang kelebihan muatan hingga menyebabkan kerusakan permukaan jalan lebih menyasar kepada perusahaan yang mengoperasikan ketimbang pada supir yang mengemudikan.

"Sopir truk jangan dijadikan tumbal kelebihan muatan, tapi pemilik baranglah yang sebenarnya dapat dikenakan sanksi," kata Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Dalam keterangannya Djoko merujuk pada data Kementerian Perhubungan yang menunjukkan sebanyak 68,91 persen dari 75.307 kendaraan yang melintas Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) melanggar aturan.

"Kelebihan muatan ini perlu dilakukan penindakan, baik secara hukum, ekonomi dan kesisteman," kata Djoko.

Berdasarkan data September hingga Oktober 2017, ada 309.500 kendaraan yang melintasi wilayah di mana tujuh UPPKB berada di Sumatera dan Jawa.

Namun dari jumlah tersebut hanya 75.307 kendaraan atau 24 persen yang masuk UPPKB. Selebihnya, 234.193 kendaraan atau 76 persen tidak masuk UPPKB.

Dari kendaraan yang masuk itu, sebanyak 23.409 atau 31,08 persen kendaraan tidak melanggar. Sisanya, 51.893 atau 68,91 persen kendaraan melanggar.

Jenis pelanggaran meliputi aspek daya angkut 54,66 persen, dimensi 16,27persen, dokumen 23, 94 persen, tata cara muat 3,16 persen, dan persyaratan 5,02 persen.

Pelanggaran daya angkut untuk kelebihan muatan 5-20 persen dari total kapasitas sebanyak 8,4 persen, kelebihan muatan 21-50 persen dari total kapasktas maksomum ada 17,6 persen, dan kelebihan muatan 51-100 persen dari kapasitas maksimum sebanyak 25,10 persen dan kelebihan muatan dua kali lipat dari total kapasitas sekitar 16,00 persen.

Truk-truk yang melanggar kapasitas muatan tersebut membawa bermacam muatan mulai daru semen, kayu, hingga pupuk. 

Djoko menyarankan agar pembenahan standar operasional di UPPKB bisa segera dilakukan. 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017