Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tidak ingin negara pulau dan negara kepulauan diabaikan dan dianggap tidak penting.

"Tidak boleh orang merasa bahwa negara kepulauan itu begitu saja. Di `ignore` (diabaikan). Kan satu negara pulau walau penduduknya cuma 8.000 kan satu suara. Kita yang penduduknya 260 juta juga sama satu suara. Jadi kita harus garap juga," katanya seusai menutup Konferensi Negara Pulau dan Kepulauan (Archipelagic and Island States/AIS Conference) di Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu, Indonesia bersama Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) menginisiasi forum Konferensi Negara Pulau dan Kepulauan (AIS Conference) yang digelar di Jakarta, Selasa, dalam upaya menghadapi perubahan iklim.

Dalam forum terbuka itu, 18 negara pulau dan kepulauan yang hadir, yakni Antigua & Barbuda, Bahrain, Kuba, Siprus, Fiji, Guinea Bissau, Indonesia, Jamaika, Jepang, Madagaskar Selandia Baru, Papua Nugini, Filipina, Saint Kitts and Nevis, Sri Lanka, Seychelles, Singapura dan Inggris.

Luhut mengatakan peran Indonesia dalam forum yang rencananya akan diresmikan dalam pertemuan tingkat menteri di Bali, Oktober 2018, itu adalah sebagai pimpinan yang menginisiasi forum tersebut.

"Jangan ada yang bilang Indonesia lemah. Kita negara kuat," katanya.

Forum tersebut diharapkan dapat menjadi platform untuk bekerjasama, pertukaran pengetahuan, bantuan teknis hingga akses pendanaan khususnya di bidang ekonomi biru, mitigasi perubahan iklim, sampah laut, manajemen bencana hingga perikanan yang berkelanjutan.

"Indonesia mengambil inisiatif untuk ini sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kita yang bikin," tuturnya.

Dengan menggandeng UNDP, pemerintah Indonesia dan lembaga itu akan bekerjasama untuk bersinergi membentuk "trust fund" (dana amanah) yang nantinya dapat digunakan negara-negara pulau dan kepulauan kecil yang tidak memiliki akses pendanaan dalam menghadapi perubahan iklim.

Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan akses pendanaan memang jadi masalah yang dihadapi negara pulau kecil yang terdampak perubahan iklim.

Oleh karena itu, ia berharap inisiasi dana amanah yang akan dibentuk dalam forum tersebut bisa menjadi platform untuk mengundang pendanaan dari pihak yang ingin berpartisipasi membantu negara pulau dan kepulauan menghadapi ancaman perubahan iklim.

"Indonesia akan komitmen ke dana amanah itu. Negara lain kita harap juga komit. Begitu pula lembaga internasional dan bank pembangunan kami harap bisa tertarik. Kami juga ingin melihat mekanisme lain yakni swasta untuk masuk karena sekarang banyak yang tertarik terlibat dalam masalah perubahan iklim dan laut," tuturnya.

Mekanisme tersebut, lanjut Havas, akan menjadi sumber pendanaan yang akan dikembangkan di masa depan yakni "blended finance".

(T.A062/C004)

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017