Manado (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan proses pemeriksaan akan dilakukan terhadap Wajib Pajak yang belum melapor harta dengan benar melalui validasi data dan berlangsung secara profesional.

"Kita jamin uji validitas dan cek fisik dulu, kita lakukan profesional karena bisa saja datanya salah. Kita filter, teliti, uji validitas, baru kita terbitkan SP2," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam acara media gathering di Manado, Rabu.

Hestu mengatakan proses pemeriksaan ini dilakukan karena program amnesti pajak hanya menyasar sebanyak 972.530 Wajib Pajak, yang artinya jumlah Wajib Pajak yang melapor kewajiban perpajakan secara benar masih jauh dari potensi yang diharapkan.

Proses pemeriksaan ini juga sejalan dengan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 yang memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak, yang belum melakukan deklarasi harta, untuk membayar Pajak Penghasilan sesuai tarif yang ditentukan.

"Prioritas kita tidak yang ikut amnesti pajak, artinya manfaatkan sebaik-baiknya sebelum SP2 terbit. Kita juga menindaklanjuti secara profesional, jadi SP2 diterbitkan kalau datanya valid," ujar Hestu.

Saat ini, Hestu memastikan terdapat 770.000 Wajib Pajak yang belum melaporkan harta maupun aset dengan benar serta kebanyakan tidak mengikuti program amnesti pajak.

Dari jumlah itu, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan data prioritas mencakup 27.777 Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan maupun Kantor Wilayah untuk dilakukan pemeriksaan pajak, setelah melalui proses validasi.

"Dari angka itu, 6.830 sudah diteliti dan ditindaklanjuti, untuk masuk kesimpulan, valid atau tidak. Kemudian 951 instruksi pemeriksaan telah diusulkan KPP kepada Kanwil, dan yang sudah ditindaklanjuti sebanyak 811," ujar Hestu.

Dari 811 laporan yang sudah ditindaklanjuti tersebut, terdapat sebanyak 68 laporan hasil pemeriksaan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) untuk tujuh Wajib Pajak dengan nilai sebanyak Rp5,7 miliar.

Hestu menjelaskan jumlah kurang bayar tersebut dapat bertambah karena proses pemeriksaan DJP kepada Wajib Pajak tersebut terus berlangsung dan tidak ada batas waktu.

Untuk itu, Hestu mengharapkan Wajib Pajak yang belum melaporkan harta dan aset dengan benar sesuai SPT segera melakukan deklarasi harta maupun aset sebelum DJP menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Pajak.

"Kami ingin mendorong kepatuhan WP dengan sukarela dan melakukan deklarasi sendiri untuk mendorong perbaikan basis data perpajakan," ujar Hestu.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan PP 36/2017 yang merupakan tindak lanjut dari penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 mengenai Pengampunan Pajak dan konsekuensi lanjutan dari penerapan program amnesti pajak yang telah berakhir pada akhir Maret 2017.

Garis besar dari peraturan ini adalah mengenai pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan yang diberlakukan terhadap tiga jenis kategori Wajib Pajak.

Wajib Pajak tersebut antara lain peserta program amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh harta dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) dan peserta program amnesti pajak yang gagal melaksanakan komitmen repatriasi atau investasi dalam negeri.

Selain itu, peraturan ini juga berlaku kepada para Wajib pajak yang bukan peserta amnesti pajak dan belum mengungkapkan seluruh harta yang harus disampaikan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.

Wajib Pajak yang secara sukarela mengungkapkan harta dengan membayar pajak penghasilan final sesuai tarif dalam PP 36/2017 yaitu sebesar 12,5 persen hingga 30 persen, sepanjang DJP belum menerbitkan SP2 Pajak, maka tidak dikenakan sanksi sesuai pasal 18 UU Pengampunan Pajak.

Sebagai penguatan dari pelaksanaan PP tersebut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 sebagai revisi dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 yang berlaku efektif mulai 20 November 2017.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017