Jakarta (ANTARA News) - Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Dr Toto Pranoto menilai rencana pemerintah dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membentuk holding pertambangan sudah tepat karena bisa menciptakan banyak nilai tambah (value creation).
    
"Saya kira wacana Holding ini sudah tepat. Intinya Holding dimaksudkan supaya pengelolaan BUMN bisa lebih terfokus sehingga value creation bisa diciptakan," kata Managing Director Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia itu di Jakarta, Jumat.

Menurut penulis buku "Holding Company BUMN" tersebut, nilai tambah bisa berupa sinergi dalam aspek operasional di seluruh rantai nilainya (seperti sharing resources), keuangan (leveraged dan pooling of funds), dan kerjasama lainnya sehingga nilai dari perusahaan meningkat.

"Dalam pareto condition BUMN saat ini, pembentukan Holding Company menjadi salah satu opsi righsizing yang tepat. Span of control pengawasan dan monitoring terhadap BUMN bisa lebih baik karena jumlah yang diawasi berkurang," tegasnya.

Dalam jangka panjang, lanjut Toto, fungsi Kementrian BUMN mungkin secara perlahan akan dikurangi sampai pada tahap hanya sebagai regulator saja. Fungsi operasional sepenuhnya dikelola Super Holding Company.

Ketika menjawab pertanyaan bagaimana dengan BUMN yang punya beban PSO tinggi, Toto dengan tegas menjawab agar BUMN tersebut dikembalikan saja kepada Kementerian teknisnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada (UGM) A Tony Prasetiantono mengatakan pembentukan holding tambang belum tepat karena akan memicu permasalahan baru dari sisi manajemen. Pembentukan holding tambang, menurut Tony, tidak akan efektif bila tujuannya untuk meningkatkan efisiensi kinerja BUMN pertambangan.

"Untuk meningkatkan efesiensi manajemen BUMN tambang itu lebih tepat di merger, bukan holding. Ini karena holding (sebetulnya) hanya transisi," ujar Tony di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, (20/11/2017).

Terhadap pendapat Tony tersebut, Toto mengaku berbeda pendapat karena bentuk organisasi Holding dan Merger adalah dua hal yang berbeda. Dengan holding berarti ada induk perusahaan dan anak perusahaan. Sementara Merger berarti ada 4 perusahaan (BUMN) digabungkan atau dilebur menjadi satu entitas baru. Contoh Bank Mandiri adalah entitas baru dari peleburan Bank Exim, BDN, BBD dan Bapindo.

Menurut Toto, proses pembentukan Holding Company di BUMN sudah mengalami revolusi dari model Operating Holding menjadi Strategic Holding. Contoh Semen Indonesia dan Pupuk Indonesia. Selama belasan tahun mereka beroperasi sebagai operational holding (Semen Gresik Holding dan Pusri Holding) dan tidak bekerja secara efektif karena induk dan anak perusahaan compete head to head.

Dengan pola  strategic holding yang mulai diterapkan pada 2012 , maka fungsi koordinasi induk dalam mensinergikan seluruh kekuatan anak perusahaan berjalan lebih baik. Induk fokus pada fungsi pengarahan strategis, bimbingan keuangan dan penciptaan nilai pada bisnis (sinergi), misal dengan langkah  mengurangi duplikasi aktivitas (pooling pengadaan, logistic dan fungsi pemeliharaan) sehingga Cost bisa ditekan.

Sementara anak perusahaan fokus pada pengembangan bisnis dan peningkatan distinctive competencies pada aspek operasional. Dengan cara ini Semen Indonesia berhasil meningkatkan "Value of the Firm". Tingkat produksi semen Indonesia meningkat dari sekitar 15 juta ton pada 2005 menjadi sekitar 26 juta ton pada 2015. Operating Income meningkat dari sekitar Rp 4 trilun di 2005 melonjak menjadi sekitar Rp 15 trilyun pada 2015.

"Artinya Strategic Holding mampu meningkatkan value dari korporasi dibandingkan mereka stand alone atau dikelola dengan model operating holding. Sedangkan bentuk Merger akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk berhasil mengkonsolidasikan diri sebagai perusahaan yang solid dan kuat," demikian Dr Toto Pranoto.



Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017