Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengimbau masyarakat di Bali untuk menjauh dari sungai-sungai yang memiliki hulu di Gunung Agung karena saat ini berpotensi terdampak banjir lahar dingin dari gunung berapi di kawasan Kabupaten Karangasem tersebut.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Senin mengatakan banjir lahar dingin bisa terjadi kapan saja di sepanjang sungai yang terkait dengan Gunung Agung.

"Selain erupsi yang meningkat, banjir lahar dingin juga akan meningkat karena hujan di sekitar Gunung Agung akan meningkat. Saat ini Bali sudah masuk musim hujan. Waspadai banjir lahar hujan atau banjir lahar dingin. Jangan beraktivitas di radius berbahaya dan sekitar sungai," katanya.

Menurut dia, lahar dingin biasanya terbentuk dengan diawali meletusnya gunung yang menghasilkan abu, kerikil, pasir sampai bongkahan batuan yang terkumpul di dekat kepundan. Bila hujan terjadi, maka air meresap kemudian bercampur dengan lumpur dan abu, aliran yang pekat itu mengalir menuruni lereng ke arah hilir membawa segala material yang ada, mulai dari seukuran kerikil sampai bongkahan.

Untuk itu, dia mengingatkan masyarakat di sekitar Gunung Agung untuk selalu waspada dan segera menyingkir dari area sungai jika mengetahui bagian hulu mengalami hujan.

Sementara itu, dia meminta masyarakat di radius 8-10 km dari puncak kawah Gunung Agung agar segera mengungsi dengan tertib dan tenang. Jangan justru menonton letusan di dekat Gunung Agung.

Sebelumnya, kata dia, radius tidak boleh ada aktivitas dari puncak Gunung Agung adalah delapan kilometer dan ditingkatkan menjadi 10 kilometer seiring meningkatnya aktivitas gunung tertinggi di Pulau Bali tersebut. Masyarakat harus menghindari radius dan tidak boleh ada aktivitas demi keselamatan.

Dia mengatakan sejumlah pihak terus berupaya mengungsikan warga dari zona bahaya bencana ke daerah yang lebih aman merujuk status Gunung Agung telah masuk level empat dengan ancaman paparan lahar dingin dan material erupsi larva pijar.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017