Jember (ANTARA News) - Universitas Jember (Unej) merintis berdirinya "Science Techno Park" (STP) untuk menjembatani hasil-hasil penelitian sivitas akademika kampus setempat dengan pihak industri yang resmi dibuka oleh Rektor Universitas Jember Moch. Hasan di Agrotechnopark Unej, Rabu

Dalam sambutannya, Rektor Unej menjelaskan keberadaan STP yang diberi nama Agri Inovasi akan membawa dua fungsi, yakni menghilirkan hasil penelitian dosen dan mahasiswa kampus, dan mendukung keberadaan industri yang berbasis pada riset dan pengembangan (research and development), khususnya industri yang berbasis pertanian dan perkebunan.

"Pemilihan industri pertanian dan perkebunan tidak lepas dari penetapan Universitas Jember sebagai perguruan tinggi unggulan di bidang Bioteknologi bidang pangan dan kesehatan oleh Kemenristekdikti pada tahun 2016," katanya di Jember, Jawa Timur.

Bahkan, peneliti kampus Universitas Jember telah banyak menelurkan inovasi yang dinilai pantas masuk ke dunia industri, sehingga pihak kampus setempat baru memperkenalkan secara terbatas atau "soft launching" STP karena fasilitasnya masih dalam pembangunan yang letaknya di daerah Jubung dengan sokongan dana dari Islamic Development Bank.

Salah satu teknologi yang didemonstrasikan adalah teknologi Agri Ino v1.0 yang merupakan karya Bayu Taruna dari Fakultas Teknologi Pertanian Unej yang menciptakan aplikasi berbasis remote sensing bagi petani dengan telepon genggam sebagai sarananya.

"Petani sering kesulitan untuk mengetahui apakah tanamannya sehat, sakit atau perlu dipupuk karena perlu penelitian di laboratorium yang memerlukan waktu, terlebih lagi jika lahannya luas," kata Bayu Taruna.

Aplikasi Agri Ino v1.0 yang dipaparkan oleh Bayu Taruna langsung mendapatkan tanggapan positif dari tamu undangan yang hadir di antaranya petinggi PTPN X, bahkan mereka tertarik menggunakan aplikasi Agri Ino v1.0 di kebunnya.

"Aplikasi Agri Ino v1.0 yang dikembangkannya itu, selain mudah juga murah, sebab jika menggunakan cara manual di laboratorium akan memakan waktu dan biaya yang mahal. Jika menggunakan alat klorofil meter untuk mengetahui apakah tanaman sehat atau tidak, memakan waktu sekitar tiga hari, alatnya pun mahal seharga 3.000 dolar AS," ujarnya.

Ia dan kawan-kawanya sedang mengembangkan alat itu guna pemakaian lebih luas dengan bantuan drone atau pesawat tanpa awak yang nantinya kamera dipasang pada drone yang terbang di atas lahan perkebunan, sehingga dengan mudah pihaknya bisa mengawasi kondisi tanaman di areal yang luas.

Direktur Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi, Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Retno Sumekar mendukung keberadaan STP Agri Inovasi Unej karena pemerintah menargetkan pembangunan 100 STP di Indonesia, meskipun dirasa sulit mencapai target itu.

"STP adalah wadah mempertemukan antara akademisi, bisnis, pemerintah, dan komunitas, namun memang tidak mudah untuk menghubungkan hasil penelitian perguruan tinggi dengan industri karena seringkali peneliti merasa produk inovasinya sudah baik, namun dari perhitungan bisnis tidak layak," katanya

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017