Semarang (ANTARA News) - Pakar arsitektur Universitas Diponegoro Semarang Prof Edi Purwanto mengingatkan rancangan arsitektur harus dibuat sesuai dengan kebutuhan, bukan keinginan.

"Arsitek sebagai perancang tidak hanya sekadar dituntut mampu menggambarkan objek rancangannya, tetapi juga dituntut mampu menjelaskan hakekat transendentalnya," katanya di Semarang, Senin.

Edi yang akan dikukuhkan sebagai guru besar pada Selasa (5/12) itu menjelaskan arsitek dalam setiap rancangannya diharapkan tidak membuat rancangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

Termasuk pula, lanjut dia, rancangan ulang dengan bentukan-bentukan baru yang sama sekali baru yang justru akan membuat manusia merasa asing dengan tempat tinggal dan lingkungannya.

"Itulah pentingnya pendekatan fenomenologi dalam perancangan arsitektur dan kota. Fenomenologi mengajarkan arsitek dan perancang kota memiliki kemampuan peneliti atau sebaliknya," katanya.

Perancang arsitektur, kata dia, diajak melakukan perjumpaan dengan objek empiris yang direncanakan secara langsung sambil "menyelam" sehingga holistik, literatif, konstektual, dan sinkronik.

Dalam bidang perencanaan kota, model perencanaan berbasis fenomenologi pernah diusulkan dan disebut sebagai "inductive planning" yang akan disampaikannya dalam pidato pengukuhannya.

Rencananya, pengajar Departemen Arsitektur Fakultas Teknik UNDIP itu menyampaikan pidato pengukuhan guru besarnya berjudul "Fenomenologi Sebagai Pendekatan Dalam Perancangan Arsitektur dan Kota".

Menurut dia, pendekatan fenomenologi dalam perancangan arsitektur dan kota belum pernah ditemukan dalam teks-teks teori maupun praktik perancangan secara formal.

"Namun, beberapa model perancangan yang berkembang sejak dekade 1980-1990-an secara substansial telah menunjukkan adanya cara berpikir arsitek secara fenomenologis," katanya.

Cara berpikir fenomenologis yang dimaksud, kata dia, menekankan konsep relasi antara subjek yang memiliki persepsi, kongisi, dan sosiokultural dengan objek fisik (artefak ruang unik dan berkarakter).

Pendekatan fenomenologi, kata dia, merupakan sebuah bagian filsafat yang mulai dikenalkan pada idang arsitektur sebagai sebuah cara mengalami dan memahami arsitektur, sekaligus relasi aspek subjektivitas manusia.

"Secara umum, cara berpikir fenomenologis ini merupakan reaksi terhadap perkembangan arsitektur modern pada awal abad 20-an yang dipengaruhi paham positivistik," katanya.

Ternyata, kata Edi, paham positivistik yang mempengaruhi arsitektur membawa perubahan dan kesenjangan, baik pada tataran gagasan, representasi, maupun makna arsitektur.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017