Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah negara besar seperti China, Rusia, Iran, dan Turki pada Rabu mengecam rencana Amerika Serikat untuk memindahkan kantor kedutaan mereka ke Jerusalem.

Reuters melaporkan, kebijakan itu berarti mengakui kota suci tiga agama tersebut sebagai ibu kota Israel.

Sebelumnya pada Selasa, sejumlah pejabat senior Amerika Serikat mengatakan bahwa Presiden Donald Trump akan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan berencana untuk merelokasi kantor kedutaan AS dari Tel Aviv.

Pengakuan Trump terhadap klaim sepihak Israel atas status Jerusalem merupakan pembalikan arah kebijakan lama Amerika Serikat yang sebelumnya selalu menyatakan bahwa status kota tua itu harus diputuskan melalui perundingan dengan Palestina, yang menuntut Jerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan mereka.

Menanggapi keputusan tersebut, Baijing mengatakan bahwa kebijakan Amerika Serikat berpotensi "memperuncing konflik regional" di Timur Tengah, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang.

"Semua pihak harus berbuat lebih banyak demi perdamaian di kawasan ini, mereka harus lebih berhati-hati, dan menghindari langkah-langkah yang bisa memicu kerusuhan baru di kawasan," kata Geng.

Meski tidak terlalu aktif dalam persoalan regional Timur Tengah, China sudah sejak lama menyatakan sikap bahwa Palestina harus bisa mendirikan negara merdeka.

Sementara itu pada hari yang sama, Rusia mengaku khawatir konflik antara Israel dengan Palestina akan semakin parah oleh keputusan terbaru Trump memindahkan kantor perwakilan Amerika Serikat ke Jerusalem.

"Meski demikian, kami belum akan berkomentar mengenai keputusan yang belum diambil," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam konferensi pers.

Trump sendiri baru akan menyampaikan pidato keputusannya pada Rabu malam waktu setempat.

Di Iran, Pemimpin Agung Ayatollah Ali Khamenei menanggapi berita ini dengan menyatakan bahwa rencana Amerika Serikat merupakan tanda ketidakmampuan dan kegagalan politik luar negeri negara tersebut.

"Bahwa mereka (Amerika Serikat, red) menyatakan ingin menjadikan Quds sebagai ibu kota Palestina yang diduduki, itu adalah karena ketidakmampuan dan kegagalan mereka," kata Khamenei yang menggunakan nama Arab bagi Jerusalem.

Iran adalah negara yang selalu mendukung kelompok-kelompok pembebasan Palestina yang bertempur menggunakan senjata melawan Israel.

"Mengenai persoalan Palestina, tangan-tangan Amerika Serikat sudah terikat dan mereka tidak bisa mencapai tujuannya," kata Khamenei yang yakin rakyat Palestina akan keluar menjadi pemenang dalam memperjuangkan kemerdekaan.

"Para pejabat pemerintah Amerika Serikat mengatakan sendiri bahwa mereka harus memulai peperangan di kawasan untuk melindungi keamanan rezim Zionis Israel," kata Khamenei.

Ada banyak penguasa di kawasan Timur Tengah yang menurut pada kehendak Washington, mereka "menari sesuai dengan nada-nada yang dimainkan Amerika Serikat," kata Khamenei yang menyindir rival regional negaranya, Arab Saudi.

Di sisi lain, Turki juga mengutarakan kecaman serupa.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Casuvoglu mengatakan Amerika Serikat akan "melakukan kesalahan besar" jika meneruskan rencananya memindahkan kedutaan dan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.

Casuvloglu mengaku sudah mengingatkan hal ini kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson menjelang pertemuan bilateral di kantor pusat NATO di Brussel.

"Ini adalah kesalahan besar yang tidak akan membawa stabilitas, melainkan kekacauan," kata dia.

"Dunia sepenuhnya mengecam hal ini," kata dia.

Proses pemindahan kantor kedutaan Amerika Serikat diperkirakan akan memakan waktu selama tiga sampai empat tahun, kata sejumlah pejabat setempat.

Komunitas internasional sendiri tidak mengakui kedaulatan Israel terhadap keseluruhan kota Yerusalem, yang merupakan kota suci bagi penganut agama Islam, Yahudi, dan Kristen.

(UU.G005/A/G005/A/T008)

Pewarta: GM Nur Lintang Muhammad
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017