Solo (ANTARA News) - Kementerian Sosial berharap dengan pengoperasian "shelter" penanganan anak dengan human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) atau ADHA di Solo dapat menjadi percontohan daerah lainnya di Indonesia.

"Kami berharap daerah lain di Indonesia dapat mencontoh apa yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta yang peduli terhadap ADHA dengan membangun shelter," kata Direktur Rehabilitasi Sosial Tunasosial dan Korban Perdagangan Orang (RDTS dan KPO) Kemensos Sonny W. Manula usai acara peresmian Shelter ADHA di kompleks Taman Makam Pahlawan Kusuma Bakti Solo, Rabu (6/12).

Sonny W. Manula mengatakan bahwa Mensos mendapatkan tugas oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bertanggung jawab untuk melakukan penanganan bagi orang terkena HIV/AIDS khususnya bisa rehabilitasi sosial.

Oleh karena itu, kata Sonny, tugas Kemensos antara lain menggalang peran serta masyarakat, dan mendorong pemerintah daerah untuk memberikan keperdulian yang tinggi.

Tanpa hal tersebut, menurut dia, akan sulit melakukan penanganan ODHA dengan hati terbuka. Jika hal ini, menjadi beban akan gagal.

"Kami tumbuh lentera-lentara lain seperti yang ada di Solo sekarang ini, mereka terlalu peduli meski bukan anak darah dagingnya merawat dengan penuh kasih sayang. Bahkan, mereka meninggal dunia dimandikan dan dikebumikan. Hal ini sangat luar biasa," kata Sonny.

Menurut dia, hal tersebut lentera kebutulan ada di Kota Solo, sehingga PT Lottemart memberikan bantuan melalui Mensos, kemudian sepakat membangun shelter di kota ini.

Ia mengatakan bahwa anak-anak dengan HIV/AIDS yang menempati di shelter penanganan ADHA di Solo ini merasa dimanusiakan. Mereka yatim piatu jangan sampai menderita lagi. Mereka juga sudah menderita ditinggal ayah ibunya, dan menderita penyakit HIV bukan kesalahan mereka.

Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo berharap penanganannya akan lebih serius sejak keberadaan Shelter ADHA karena mereka setiap hari bisa terkontrol kesehatannya.

Menurut Rudyatmo, Shelter ADHA kapasitasnya hanya 20 orang dan sekarang yang menempati sebanyak 12 pasien. Mereka rata-rata berusia antara 1,5 bulan dan 12 tahun.

Shelter ADHA di Solo diharapkan dicontoh oleh pemerintah daerah lainnya di Indonesia karena sebagai kepala daerah memiliki tanggung jawab yang sama peduli terhadap penanganan HIV/AIDS di wilayahnya.

Selain itu, Rudyatmo juga mengingatkan masyarakat jangan diskriminasi terhadap ADHA, dan mereka juga justru harus ikut peduli terhadap penanganan agar mendapatkan hak yang sama dengan anak biasa.

"ADHA di Solo sebelumnya ada sebanyak 20 anak. Sekarang ini tinggal 12 anak. Jumlah ini tidak hanya dari Solo, tetapi juga daerah sekitarnya, dan dua anak dari Jombang, Jatim," katanya.

Rudyatmo mengajak kepala daerah di luar Kota Solo agar peduli terhadap pengidap penyakit HIV/AIDS. Hal itu tidak menular jika tidak melakukan hubungan seks bebas dan menggunakan jarum suntik yang sama.

"Hal ini yang harus dilakukan. Jangan terus semua pasien HIV/AIDS dibawa ke Solo karena memiliki shelter," kata Rudyatmo yang juga Ketua Komisi Perlindungan AIDS (KPA) Kota Surakarta.

Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017