Jakarta (ANTARA News) - Awal bulan Desember 2017, stadion akuatik mendadak menjadi tempat pertandingan atau venue termeriah di kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, di tengah proses renovasi kawasan sebagai persiapan menggelar Asian Games 2018.

Bagaimana tidak, pasalnya pada 5-15 Desember 2017 di venue tersebut digelar turnamen uji coba (test event) Asian Games cabang loncat indah dan renang yang diikuti oleh delapan negara peserta yakni Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand, India, Korea Selatan, Singapura serta Indonesia, disandingkan dengan Kejuaraan Nasional renang indah serta polo air.

Turnamen uji coba dengan kemeriahannya itu, disebut menjadi salah satu ajang pemanasan Indonesia sebagai tuan rumah pesta olahraga negara-negara Asia baik dalam segi kesiapan panitia pertandingan, prestasi para atlet, termasuk yang tidak kalah penting adalah menguji kesiapan venue.

Ya, menguji kesiapan venue, karena turnamen uji coba ini yang diikuti delapan negara peserta ini, menjadi turnamen perdana setelah proses renovasi sejak Agustus 2016 yang menjadikan arena itu kini berdesain futuristik dengan memiliki empat kolam, yakni kolam utama, kolam polo air, kolam loncat indah dan kolam pemanasan yang dilengkapi sarana pendukung berteknologi tinggi berstandar internasional lainnya.

Tak heran dalam waktu tidak terlalu lama dari rampungnya renovasi pada Oktober 2017, arena ini sudah mengantongi sertifikat FINA (Federasi Renang Internasional) dan dianggap siap menggelar Asian Games 2018 yang merupakan kali kedua Indonesia menjadi tuan rumah setelah tahun 1962 lalu.

Akan tetapi, di balik megahnya arena yang kini digadang-gadang sebagai salah satu venue renang terbesar dan terbaik di Asia ini, ternyata tidak surut dari kritikan yang harus jadi perhatian serius pengelola kawasan GBK.

Mulai dari tangga tribun penonton yang dinilai kurang memperhatikan keselamatan pengunjung karena tanpa dilengkapi batang pegangan, fasilitas pertandingan berupa alas area loncat indah nomor menara yang licin dan tangga menara melingkar yang dianggap oleh sebagian besar atlet kurang nyaman, hingga masalah keamanan venue yang menimpa mantan perenang nasional Brian Howard.

Hal tersebut tentu sudah masuk menjadi catatan Ketua Panitia test event Wisnu Wardhana dan Direktur Pembangunan dan Pengembangan Usaha Pusat Pengelolaan Kompleks GBK Gatot Tetuko.

Mereka pun menegaskan akan mempertimbangkan semua masukan dari atlet, Technical Delegate dan semua pihak untuk mengevaluasi apa yang diperlukan untuk perbaikan venue yang baru digunakan lagi saat digelar turnamen uji coba ini.

"Semuanya akan kita lakukan dengan harapan agar saat di Asian Games 2018 semuanya sempurna," ujar Gatot.

Kendati banyak hal yang harus menjadi evaluasi panitia dan pengelola kawasan, namun rasa-rasanya itu tidak akan mengubah kemungkinan venue yang dilengkapi 8.000 kursi penonton single seat, termasuk tribun teleskopik yang kian menambah cantik arena baru akuatik ini, untuk menjadi ikon baru olahraga akuatik nasional.

Berharap tuah venue
Dengan hadirnya venue yang nilai renovasinya senilai Rp274 miliar ini, rasanya tidak salah jika publik olahraga Indonesia juga mengharapkan kemegahan arena ini dibarengi dengan prestasi cemerlang kontingen Indonesia pada Asian Games 2018.

Pasalnya, di arena sebelumnya yang telah berdiri di GBK sejak 1961, menjadi saksi gemilangnya para atlet cabang-cabang akuatik turut bersumbangsih kala Indonesia menjadi "macan asia" dalam bidang olahraga di Asian Games 1962 Jakarta dengan memperoleh posisi kedua di bawah Jepang yang menjadi juara umum.

Dalam Asian Games 1962, cabang-cabang olahraga air tersebut berhasil mengoleksi satu emas dan tiga perak loncat indah serta tiga perak dan enam perunggu dari renang.

Hebatnya, emas yang dicetak oleh Lanny Gumulya dari nomor papan tiga meter putri itu, dengan mematahkan ramalan/prediksi yang menyebutkan dua atlet Jepang Sakuko Kadokura dan Sakoko Tomoe paling berpeluang meraih emas karena memang diunggulkan sebagai favorit juara.

Sayangnya, raihan Lanny dan kawan-kawannya tahun 1962 tersebut, sejauh ini menjadi satu-satunya capaian terbaik kontingen akuatik Indonesia di ajang Asia yang serasa sulit untuk diulang.

Namun, dengan kembali digelarnya pesta olahraga negara-negara Asia di Indonesia dan kembali digunakannya Stadion Akuatik GBK untuk menggelar cabang-cabang akuatik, harapan mengulang kembali sejarah keemasan pada tahun 1962 tersebut pun menyeruak kembali.

Adityo Restu Putra yang bersama pasangannya Andriyan berhasil meraih emas turnamen uji coba akuatik di nomor menara sinkronisasi putra mengungkapkan ingin tuah tersebut terjadi saat Asian Games 2018.

"Tentu saya ingin memberikan yang terbaik di sini jika nanti bertanding di Asian Games, karena banyak kenangan saya di sini, boleh dikatakan saya menghabiskan masa kecil di tempat ini," ujar pemain berusia 21 tahun ini.

Harapan dari tuah stadion akuatik baru tersebut juga diungkapkan oleh pelatih loncat indah Indonesia yang juga mantan ratu loncat Asia Tenggara, Harli Ramayani, yang tidak menampik beratnya persaingan Indonesia di tingkat Asia melawan negara-negara seperti India, Malaysia, China, Korea Selatan dan Jepang.

Terlebih, jika melihat raihan cabang loncat indah dalam turnamen uji coba bertajuk CIMB Niaga Indonesia Open Aquatic Championship 2017 ini, wakil-wakil Indonesia secara total hanya mampu menempati posisi dua dengan satu emas, tiga perak dan satu perunggu, kalah dari Malaysia yang berhasil mengumpulkan enam emas, satu perak dan satu perunggu.

Akan tetapi, Harli meyakini walau berat, tuah atas venue tersebut tetap ada dan menambah semangat juang para pemain yang telah mati-matian berlatih demi mendapatkan sesuatu dalam ajang tertinggi di kawasan Asia ini.

"Memang berat tapi selalu ada jalan bagi mereka yang berusaha, dan kalau kita kompak, memang benar-benar perhatian dan support ke atlet, tentu harapan dan mimpi itu harusnya bisa tercapai, terlebih kita menjadi tuan rumah memiliki fasilitas seperti ini tentu harus menjadi kebanggaan para atlet membawa nama Indonesia, mengeluarkan semua hasil latihannya dan tugas kita sebagai pelatih dan pengurus yang memastikan mereka siap untuk berdiri di arena ini," ujar Harli. 

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017