Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia (SDM) Iptek dan Dikti Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Ali Ghufron Mukti mengatkan pihaknya akan fokus pada tiga program studi prioritas dalam rangka menyiapkan SDM yang dibutuhkan.

"Tiga bidang yang kita siapkan itu yakni keinsinyuran, kesehatan dan pendidikan," ujar Ali dalam diskusi di Jakarta, Selasa.

Untuk bidang keinsinyuran, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain. Di program studi keinsinyuran, pertumbuhan insinyur di Indonesia hanya 16,1 persen.

"Intinya, insinyur kita juga masih sangat amat kurang dibanding China."

Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi, mengatakan berdasarkan data Kemdikbud, jumlah guru non PNS atau guru honor melampaui 50 persen.

Kondisi itu, ditambah lagi dengan distribusi guru PNS yang tidak merata.

"Di kota sudah 60 persen, di daerah masih 30 persen guru yang disertifikasi."

Kesenjangan guru yang telah dan belum disertifikasi juga menimbulkan kecemburuan di tingkat sekolah.

"Jadi salah jika dikatakan pendidikan sudah banyak. Kita darurat kekurangan guru. Betul-betul darurat kekurangan guru," kata Unifah.

Ketua Umum Konsil Kedokteran Indonesia Bambang Supryatno menjelaskan, terjadi kesalahpahaman masyarakat soal terlalu banyaknya dokter yang beredar. Menurut dia, Indonesia hanya berada satu tingkat diatas Myanmar dan jauh tertinggal dari Malaysia dengan rasio 1:2.500 penduduk.

Sementara rasio dokter di Malaysia saja sudah mencapai 1 : 800 penduduk, kemudian di Vietnam juga sudah di bawah 2.000 penduduk.

Selain itu, setiap tahun ada sekitar 25 persen sarjana kedokteran yang tidak lulus Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI).

"Kegagalan itu bisa terjadi berkali-kali. Hingga hari ini jumlah sarjana kedokteran itu menumpuk hingga mencapai 4.000 orang," kata Bambang.

Pewarta: Indriani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017