Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman B Pulungan menyarankan program imunisasi difteri melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar sekolah bisa melihat dan mengevaluasi jadwal imunisasi murid-muridnya.

"Kelemahan kita saat ini adalah jadwal imunisasi di sekolah sering tidak sesuai. Jadwalnya tidak tercatat dengan baik," kata Aman dihubungi di Jakarta, Rabu.

Aman mengatakan orang tua seringkali tidak mencatat imunisasi yang sudah dilakukan terhadap anaknya. Di sisi lain, sekolah juga tidak terlalu memperhatikan imunisasi murid-muridnya.

Bila program imunisasi melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Aman berharap sekolah bisa lebih memperhatikan imunisasi murid-muridnya sehingga anak-anak Indonesia bisa diimunisasi sesuai jadwal.

Aman mengatakan anak yang sudah mendapatkan imunisasi difteri secara lengkap seharusnya tidak tertular penyakit tersebut.

"Tetap jaminan itu dari Allah. Masalahnya imunisasinya cukup dan lengkap atau tidak," tuturnya.

Aman mengatakan satu-satunya cara untuk mencegah penularan difteri adalah melalui imunisasi. Difteri sangat mudah menular melalui udara, yaitu lewat nafas atau batuk penderita.

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium diphteriae dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak.

Difteri memiliki masa inkubasi dua hari hingga lima hari dan akan menular selama dua minggu hingga empat minggu. Penyakit itu sangat menular dan dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara cepat.

Gejala awal difteri bisa tidak spesifik seperti demam tidak tinggi, nafsu makan menurun, lesu, nyeri menelan dan nyeri tenggorokan, sekret hidung kuning kehijauan dan bisa disertai darah.

Namun, difteri memiliki tanda khas berupa selaput putih keabu-abuan di tenggorokan atau hidung yang dilanjutkan dengan pembengkakan leher atau disebut dengan bull neck

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017