Jakarta (ANTARA News) - Indonesia kehilangan salah satu politisi senior anggota DPD RI Andi Mappetahang Fatwa atau yang akrab disapa A.M. Fatwa, yang wafat di RS MMC Jakarta, Kamis pagi, di usia 78 tahun, akibat menderita penyakit kanker hati.
Semasa hidupnya AM Fatwa merupakan politisi yang dikenal memiliki pengalaman luas.
Pria yang lahir di Bone 12 Februari 1939 pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 1999-2004. Kemudian pernah menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI 2004-2009 sebelum bergabung dengan DPD RI dua periode 2009 hingga tutup usia dua tahun sebelum habis masa jabatannya.
Selama di DPD RI, AM Fatwa dipercaya memimpin Badan Kehormatan DPD RI. Kiprahnya di Badan Kehormatan antara lain beberapa kali menghasilkan keputusan fenomenal, seperti pemberian sanksi tegas kepada sesama anggota DPD yang melanggar kode etik sebagai anggota Parlemen.
Sebagai anggota DPD tertua, dia juga dipercaya memimpin sidang peralihan pertengahan periode kepemimpinan DPD RI yang krusial dan kontroversial pada 2017.
Semasa hidupnya AM Fatwa dikenal sebagai orang yang sangat kritis. Dia pernah di penjara oleh rezim orde baru akibat dianggap terlalu vokal dalam kasus Lembaran Putih Tanjung Priok 12 Desember 1984.
Terakhir ia divonis 18 tahun penjara, dari tuntutan seumur hidup. Masa tahanan dijalani efektif sembilan tahun, kemudian ia menjadi tahanan luar, dan mendapat amnesti.
Sejak muda AM Fatwa tercatat kerap aktif di organisasi seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Muhammadiyah.
Ketika Jend.?AH Nasution?dan Jend. A. Yani melakukan koordinasi dan konsolidasi kekuatan Ormas non-parpol, untuk mengimbangi pengaruh PKI dalam elit politik dan kekuasaan pada masa lampau, lalu dibentuk Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), Anggota Front Nasional pada 20 Oktober 1964. AM Fatwa ikut menandatangani deklarasinya, mewakili Pelajar Islam Indonesia (PII).
Ia juga aktif di front-front pergerakan seperti Front Pemuda, Badan Kerjasama Pemuda Militer (BKSPM), Front Nasional, dan Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB), serta Front Anti Komunis (FAK)
Selain itu AM Fatwa juga pernah menjadi Wakil Ketua Korps Alumni HMI dan Dewan Kehormatan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.
AM Fatwa sempat mengikuti Sekolah Dasar Perwira Komando (Sedaspako) V/1967 KKO AL, namun tidak berlanjut sebagai Perwira AL, dan hanya menjadi Imam Tentara yang ditempatkan sebagai Kepala Dinas Rohani Islam Pusat Pendidikan Tamtama, merangkap Kepala Penerangan di Gunung Sari, Surabaya.
AM Fatwa pernah ditunjuk sebagai Wakil Kepala Dinas Rohani Islam Komando Wilayah Timur KKO AL di Surabaya hingga akhir tahun 1969. Kemudian oleh Komandan Pusat KKO AL Mayjen KKO Moch. Anwar, pada tahun 1970 AM Fatwa diperbantukan kepada Gubernur DKI Jakarta, Letjen KKO AL Ali Sadikin, di bidang agama dan politik.
Ketika Golkar menjadi kekuatan politik Orde Baru, AM Fatwa yang berstatus PNS Pemda DKI, pernah menjabat Ketua Bidang Pembinaan Rohani Golkar DKI (1976).
Dalam dunia politik, AM Fatwa merupakan salah satu sosok yang membidani terbentuknya Partai Amanat Nasional di mana terakhir dipercaya sebagai Dewan Kehormatan PAN 2015-2020.
Melalui PAN, AM Fatwa pertama kali maju sebagai wakil rakyat pada 1999.
Kepergian AM Fatwa menyisakan kenangan di antara para koleganya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku merasa sangat kehilangan atas kepergian AM Fatwa, sosok yang dinilainya sebagai salah satu putra terbaik bangsa.
Anies, baru saja menjenguk AM Fatwa di Rumah Sakit MMC, malam sebelum kepergiannya.
Anies mendoakan almarhum AM Fatwa dilapangkan kuburnya, diampuni segala khilafnya dan dilipatgandakan nilai amal ibadahnya.
Sementara Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendoakan kepergian almarhum AM Fatwa khusnul khotimah. Bagi Hidayat Nur Wahid, AM Fatwa adalah sosok pejuang kemanusiaan.
Meskipun terpilih sebagai anggota DPD RI mewakili daerah pemilihan DKI Jakarta, advokasi untuk menegakkan demokrasi dan HAM yang dilakukan AM Fatwa tidak hanya terbatas pada kasus-kasus besar yang terjadi di ibukota.
AM Fatwa tercatat ikut menyelesaikan sengketa makam Mbah Priok antara masyarakat dengan PT Pelindo II, memediasi sengketa masyarakat Ancol dengan PT Pelindo II, memediasi sengketa lahan antara warga Meruya Selatan Jakarta Barat dengan pengembang PT Portanigra, memperjuangkan kepemilikan KTP bagi masyarakat Tanah Merah Plumpang Jakarta Utara, menyelesaikan sengketa rumah susun Tanah Abang antara penghuni dan pengembang, dan menyelamatkan PPD dari rencana likuidasi oleh Menteri BUMN lalu mengalihkannya menjadi BUMD.
Juga kasus yang terjadi di daerah lain, seperti turun langsung di lapangan menyelesaikan sengketa Pilkada Sumba Barat Daya, sehingga Mendagri terpaksa melantik Bupati terpilih di Kemendagri Jakarta, karena Gubernur NTT tidak bersedia melantiknya, kemudian membantu penyelesaian melalui Mabes Polri atas kasus pembakaran liar suatu perkebunan di Sumatera Utara pada 2014.
Jenazah AM Fatwa disemayamkan di gedung parlemen sebelum dibawa ke rumah duka di daerah Condet, Jakarta Timur. Rencananya jenazah akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Kamis siang.
AM Fatwa meninggalkan istri dan lima orang anak.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017