Jakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Luar Negeri RI A.M. Fachir menyatakan pemerintah Indonesia belum berencana memindahkan Konsul Kehormatan dari Ramallah, wilayah Palestina, ke kawasan Yerusalem Timur sebagaimana yang akan dilakukan pemerintah Turki.

"Kita agak berbeda dengan Turki, karena kita tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel. Jadi bagaimana kita mau memiliki di sana, tidak mungkin. Tepi Barat kan masih di bawah pendudukan dan administrasi Israel," kata Fachir di Jakarta, Selasa.

Meski Indonesia mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina, ia mengatakan, untuk sementara hingga saat ini Konsul Kehormatan RI masih akan berada di kota pemerintahan resmi Palestina, Ramallah.

"Karena statusnya harus dinegosiasikan, kita juga harus bertindak sesuai dengan Dewan Keamanan PBB. Di saat yang sama ada imbauan seperti itu (memindah perwakilan), tapi bagi kita itu agak susah, karena kita berbeda dengan negara-negara yang sudah punya hubungan diplomatik dengan Israel," katanya menambahkan.

Menyikapi pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke kota tersebut, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Minggu (17/12) kembali menegaskan keinginan Turki untuk membuka kedutaan besar di Yerusalem Timur, yang diakui sebagai ibu kota Palestina oleh para pemimpin negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dalam konferensi tingkat tinggi luar biasanya.

Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menilai negara-negara di seluruh dunia punya utang kepada Palestina dan wajib membantu Palestina mencapai kemerdekaan penuh dari Israel.

"Tahun 1945 hanya ada sekitar 50 negara merdeka di dunia, tapi sekarang sudah 193 atau hampir empat kali lipatnya. Tapi hanya satu yang belum merdeka, siapa? Palestina," tutur Dino dalam sebuah kegiatan diskusi politik internasional di Jakarta, Jumat (15/12).


Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017