Semarang (ANTARA News) - Hak ibu menyusui saat melaksanakan aktivitas bersama bayinya belum sepenuhnya memperoleh perlindungan dari negara, kata Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Jawa Tengah Rachmadhani.

"Menyusui dilindungi negara. Sudah banyak peraturan yang mengatur dan melindungi hal ibu dan bayi dalam memperoleh ASI," kata Rachmadhani di Semarang, Rabu.

Ia menjelaskan menyusui merupakan kegiatan untuk menopang kehidupan manusia yang bersifat vital bagi kesehatan ibu dan bayi.

Namun, lanjut dia, masyarakat sering mengeksploitasi dan meremehkan kebutuhan perempuan dan kontribusi reproduktifnya.

"Ketika ibu ingin menyusui, seringkali harus berhadapan dengan aparat dan fasilitas kesehatan yang diskriminatif," katanya.

Menurut dia, pelaksanaan berbagai peraturan tersebut belum sepenuhnya terlaksana, terutama belum adanya sanksi tegas bagi yang melanggar.

Akibat hilangnya kesempatan untuk melakukan interaksi melalui kegiatan menyusui tersebut, kata dia, banyak ibu memilih untuk menggunakan makanan pengganti ASI, bahkan memutuskan berhenti menyusui.

Ia menuturkan masyarakat sendiri disuguhi dengan promosi yang masif berbagai produk makanan pengganti ASI.

Selain beriklan dengan tidak etis, para produsen tersebut juga berusaha memengaruhi fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, hingga pembuat kebijakan untuk kepentingan mereka sendiri.

"Tanpa fasilitas dan tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI, ibu menyusui akan gagal menyusui sekalipun mereka berniat menyusui," katanya.

Berbagai hal yang berkaitan dengan hak para ibu menyusui dan bayinya itu, kata dia, dibahas dalam diskusi Warga Ngobrol Bareng Soal Hak Asasi Manusia (Waroeng HAM) mengangkat tema "Fenomena Ibu Gagal Menyusui: Menyoroti Fasilitas dan Tenaga Kesehatan yang belum Pro ASI" yang digelar berkala setiap bulan.

Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017