Lebak, Banten (ANTARA News) - Sekretaris Daerah Kabupaten Lebak Dede Jaelani mengatakan destinasi wisata Badui mendunia karena memiliki keunikan dengan melestarikan budaya setempat.

"Masyarakat Badui masih mempertahankan budaya nenek moyang dengan menolak modernisasi," katanya, saat membuka Badui Festival 2017, di Lebak, Rabu (20/12).

Masyarakat Badui yang tinggal di Pegunungan Kendeng, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak banyak dikunjungi wisatawan domestik hingga mancanegara.

Potensi obJek wisata Badui memiliki nilai jual karena tidak terdapat di daerah lain di Pulau Jawa.

Masyarakat Badui masih mempertahankan adat leluhur dengan menolak kehidupan modern, seperti penerangan listrik, peralatan elektronika, maupun jalan beraspal.

Bahkan, masyarakat Badui Dalam kemana pun pergi harus berjalan kaki dan tidak boleh menggunakan angkutan kendaraan.

Pemerintah daerah setempat terus mengembangkan objek wisata adat guna mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

"Kami terus mengoptimalkan promosi agar wisata Badui bisa mendunia," katanya lagi.

Menurut dia, filosofi masyarakat Badui "gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang dirusak" (gunung tidak boleh dihancurkan, lembah tidak boleh dirusak), sehingga masyarakat Badui berkomitmen untuk menjaga dan mengelola sumber daya alam.

Filosofi itu tentu mengandung rujukan pembelajaran bagi semua pihak untuk mengelola sumber daya alam, agar mampu memberikan manfaat untuk kesejahteraan masyarakat.

"Kami berharap wisata budaya Badui menjadi ikon Kabupaten Lebak," katanya lagi.

Sekretaris Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Sarpin, mengatakan, selama ini rombongan pengunjung objek wisata Badui kebanyakan dari perguruan tinggi, sekolah, peneliti, lembaga, instansi swasta, dan pemerintah, sedangkan dari kalangan keluarga relatif kecil.

"Kami yakin ke depan kunjungan wisata adat Badui meningkat, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal," kata Sarpin.

Pewarta: Mansyur
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017