Jakarta (ANTARA News) - Mandiri Sekuritas memproyeksikan bahwa pasar surat utang (obligasi) korporasi akan lebih semarak pada 2018 menyusul telah dicatatkannya Komodo Bond di bursa efek London (London Stock Exchange).

"Ke depan, risiko akan menurun dan likuiditas meningkat didorong perbankan dan asing yang masuk ke Komodo Bond, produk itu dapat mendorong minat terhadap obligasi korporasi lainnya," ujar Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto dalam paparan outlook ekonomi di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, dengan perbankan dan investor asing yang masuk ke pasar obligasi korporasi akan mendorong aktivitas transaksi meningkat dibandingkan sebelumnya yang cenderung kurang likuid.

"Reksa dana terproteksi, Dana Pensiun (Dapen), dan Asuransi cukup besar menempatkan dananya dalam obligasi korporasi, tetapi kebutuhanya bukan untuk trading. Tetapi kalau perbankan dan asing, mereka cenderung trading seperti di obligasi pemerintah, situasi itu dapat ditularkan ke obligasi korporasi," katanya.

Apalagi, lanjut dia, muncul sentimen positif dari lembaga pemeringkat Fitch Ratings yang meningkatkan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia dari BBB- (tiple B minus) menjadi BBB (triple B) dengan outlook stabil pada 20 Desember 2017.

Ia menambahkan bahwa pihaknya memproyeksikan pengembalian investasi (return) obligasi pemerintah pada tahun depan sekitar 7 persen. Sementara obligasi korporasi diperkirakan memberi "return" yang lebih baik pada tahun depan.

Dalam kesempatan itu, Handy Yunianto juga mengatakan bahwa beberapa katalis positif yang dapat dijadikan perhatian investor yakni ekspektasi tidak adanya kenaikan suku bunga BI karena inflasi domestik masih dapat dikendalikan sesuai target.

"Selain itu, masih ada dukungan dari investor dalam negeri dan aliran dana asing yang masih berlanjut," katanya.

Kendatiu demikian, lanjut dia, terdapat juga beberapa risiko dari faktor domestik yang perlu diantisipasi, diantaranya potensi kenaikan harga BBM bersubsidi yang dapat memicu inflasi yang akhirnya akhirnya mendorong Bank Indonesia menaikan suku bunga.

Sementara risiko global, ia memaparkan yakni kenaikan suku bunga AS (Fed Fund Rate/FFR) yang lebih cepat dari perkiraan, potensi bank sentral Eropa yang mengurangi kebijakan "Quantitative Easing".

Chief Economist PT Bank Mandiri (persero) Tbk Anton Gunawan menambahkan pemerintah diharapkan dapat menjaga pergerakan inflasi tidak bergejolak sehingga tidak membuat khawatir investor yang menempatkan dananya di dalam negeri, terutama di pasar obligasi.

"Diharapkan volatilitas inflasi terjaga. Itu akan membuat kepercayaan investor terhadap Indonesia dalam berinvestasi jangka panjang," katanya. 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017