Jakarta (ANTARA News) - Tim sukses calon presiden Liberia dari Koalisi Perubahan Demokratis (CDC), George Weah, mengklaim telah memenangkan Pemilihan Presiden Liberia, pada Rabu, meski kubu pesaingnya yang mencalonkan petahana Wakil Presiden Joseph Boakai menyebut terlalu dini untuk klaim apa pun sebelum hasil resmi diumumkan.

Warga Liberia, Selasa pekan ini, menyalurkan hak pilihnya pada putaran kedua pilpres untuk mencari pengganti Presiden Ellen Johnson Sirleaf, yang merupakan momen peralihan kekuasaan yang demokratis pertama di negara ini dalam lebih dari tujuh dasawarsa.

KPU Liberia pada Rabu mulai mengumpulkan surat suara dari 15 daerah pemilihan dan berencana mengumumkan hasil sementara Rabu sore hari waktu setempt sebelum merilis hasil akhir Kamis ini.

Sebagian hasil tidak resmi yang diumumkan lewat stasiun radio lokal menyebutkan Weah berada dalam posisi unggul.

Weah untuk kali kedua maju dalam Pilpres Liberi, setelah pada 2005 silam mantan pesepak bola yang merupakan satu-satunya legiun Afrika yang pernah menyandang gelar Pemain Terbaik Dunia FIFA itu kalah dari Sirleaf. Sejak 2015 Weah menjadi senator.

Penasihat politik senior Weah, Morluba Morlu, sebagaimana dilansir Reuters, meyakini calonnya bakal memenangkan sekitar 70 persen suara, berdasarkan laporan hasil penghitungan suara internal mereka selepas hari pemungutan suara Selasa itu.

"Semua sudah jelas. Kami hanya menunggu (komisi pemilu) mengumumkan hasil dan menobatkan Weah sebagai presiden terpilih," kata Morlu.

Morlu menyeru kubu pesaing "agar Boakai mengakui kekalahan dan menyampaikan ucapan selamat kepada George Weah."

Juru bicara Boakai sendiri, Robert Kpadeh, memprediksikan perolehan suara yang ketat. "Angka yang ada membuat kami merasa baik," kata Kpadeh. "Mulai hari ini hingga esok pagi, kami seharusnya mendapatkan banyak pasokan suara dari lumbung suara kami. Kami masih optimistis angka yang keluar berpihak kepada kami."

Liberia adalah republik tertua di Afrika yang didirikan 1847 oleh bekas budak Amerika Serikat, namun peralihan kekuasaan demokratis terakhir terjadi pada 1944. Setelah kudeta militer berdarah pada 1980 negara itu mengalami destabilitas dan dilanda perang saudara sampai 2003.

Dalam sebuah pernyataan resmi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyambut baik proses pemilu yang tertib dan damai di Liberia.

Masa pemerintahan Johnson Sirleaf selama 12 tahun menanamkan pondasi perdamaian dan mengantarkannya memenangi Nobel Perdamaian, namun banyak warga Liberia melontarkan kritik terhadap dia yang dinilai tak cukup tegas mengatasi kemiskinan dan korupsi yang mengakar. Mereka mengharapkan kepemimpinan yang baru dan lebih segar.

Dan Weah hadir dengan memposisikan diri sebagai orang di luar pemerintahan yang akan memberikan berbagai keuntungan tak ternilai bagi generasi muda negara itu.





Penerjemah: Gilang Galiartha
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017