Riyadh (ANTARA News) - Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al Saud dan Perdana Menteri Turki Binali Yildirim membahas peningkatan hubungan kedua negara dan status Yerusalem dalam pertemuan di Istana Al Yamamah, Riyadh, Rabu waktu setempat, yang merupakan pertemuan tingkat tinggi pertama sejak Amerika Serikat mengakui kota tersebut sebagai ibu kota Israel.

Sekutu Amerika Serikat, Riyadh, dan anggota NATO, Ankara, telah mengecam keputusan Presiden Donald Trump pada 6 Desember karena melanggar kebijakan Washington yang sudah berjalan selama beberapa dekade.

Namun Arab Saudi hanya mengirim perwakilan tingkat rendah ke konferensi Organisasi Kerja Sama Islam mengenai masalah itu yang digelar oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Kantor Berita Arab Saudi SPA melaporkan bahwa Raja Salman menerima Perdana Menteri Yildirim di Riyadh dan membahas "upaya untuk meningkatkan hubungan dan perkembangan bilateral di wilayah ini" tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Sementara Kantor Yildirim di Ankara, menurut siaran kantor berita AFP, menyatakan bahwa status Yerusalem dan dukungan bagi rakyat Palestina menjadi topik diskusi dalam pertemuan itu.

"Pentingnya status Yerusalem ditekankan dan bahwa seluruh dunia Islam harus bertindak dengan persatuan untuk melindungi hak-hak saudara Palestina kita," demikian pernyataan kantor Perdana Menteri mengutip Yildirim.

Dia juga mengatakan bahwa mereka membahas hubungan bilateral dengan Arab Saudi sebagai "salah satu negara penting di Teluk dan Timur Tengah."

Sementara Arab News mewartakan pertemuan tertutup yang juga dihadiri oleh gubernur Riyadh, para menteri dan kepala intelijen Arab Saudi antara lain membahas upaya peningkatan hubungan bilateral kedua negara.

"Mereka meninjau hubungan bilateral, bertukar pandangan mengenai peningkatan kerja sama lebih lanjut, dan mengonfirmasi bahwa hubungan Saudi dan Turki berjalan baik di semua bidang dengan ikatan erat, dan hubungan berkembang dengan cepat," kata Duta Besar Turki di Riyadh, Erdogan Kok, usai mengikuti pertemuan itu.

Kedua pemimpin, ia melanjutkan, juga membahas isu-isu politik dan perkembangan masalah regional dan internasional yang menjadi perhatian bersama.

"Mereka sepakat bahwa kedua pihak punya pandangan yang sama mengenai banyak isu di Timur Tengah," kata Kok sebagaimana dikutip Arab News.

Hubungan antara Arab Saudi dan Turki memburuk menyusul penggulingan presiden dari  Ikhwanul Muslim Mohamed Moursi di Mesir, tetapi kembali menghangat setelah Raja Salman naik takhta 18 bulan kemudian.

Namun para analis mengatakan bahwa hubungan tersebut diuji kembali ketika Putra Mahkota Mohammed bin Salman melancarkan kampanye anti-korupsi yang menggunjang Arab Saudi.(hs)

Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017