Jakarta (ANTARA News) - Indonesia melompat ke peringkat keempat dalam Indikator Perjalanan Halal – bagian dari Indikator Ekonomi Islam Global (GIEI) – yang didorong upaya mengembangkan pariwisata halal tahun lalu.

Indikator Ekonomi Islam Global (GIEI) merupakan peringkat tahunan untuk pilar-pilar Ekonomi Islam – di mana perjalanan merupakan salah satu pilar utama – dan bagian dari State of the Global Islamic Economy Report 2017/18 yang diterbitkan oleh Thomson Reuters bekerja sama dengan DinarStandard. 

Peringkat ini menilai ekosistem negara, termasuk pendorong penawaran dan permintaan yang relatif terhadap ukuran, pemerintahan, kesadaran, dan pertimbangan sosial dari negara.

Upaya Indonesia mengembangkan pariwisata halal tercermin dalam peringkatnya yang naik.

Kementerian Pariwisata mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pariwisata halal untuk misi penjualan dan pameran dagang, mengedukasi industri lokal, promosi dan mengembangkan peraturan untuk memperkuat bidang pariwisata halal lokal. Kementerian menunjuk Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal yang tugasnya mengembangkan pariwisata halal.

Tim yang diketuai oleh Riyanto Sofyan itu telah fokus pada peningkatan kapasitas para pemain industri lokal untuk meningkatkan produk mereka, sembari mengedukasi mereka tentang pasar ini, preferensi para wisatawan muslim berdasarkan negara asal mereka dan pentingnya sertifikasi. 

Selain seminar edukasi dan lokakarya interaktif, tim ini juga membuat kompetisi nasional agar tujuan wisata di Indonesia turut fokus mengembangkan pariwisata halal.

“Kompetisi internal ini mendorong Indonesia memenangkan serangkaian penghargaan internasional, termasuk World’s Best Halal Tourism Destination dan World’s Best Halal Honeymoon Destination untuk Lombok, World’s Best Halal Destination untuk Sumatera Barat, World’s Best Halal Culinary Destination untuk Padang, Sumatera Barat, dan World’s Best Halal Cultural Destination untuk Aceh,” kata Sofyan dalam siaran pers.

Empat area utama jadi fokus strategi pengembangkan pariwisata halal di Indonesia. 

Pertama, pengembangan kebijakan atau peraturan yang terutama melibatkan lobi pejabat-pejabat tinggi pemerintah untuk mendapatkan dukungan dan komitmen mereka terhadap pariwisata halal. 

Kedua, meningkatkan aktivitas pemasaran dan penjualan kampanye pemasaran terintegrasi lewat branding, iklan, penjualan, penggunaan media berbayar, media sendiri, media sosial, dan endorser. 

Selanjutnya, pengembangan destinasi dengan meningkatkan industri dan daya saing. Objek wisata yang sudah ada dikembangkan, objek wisata baru diperbanyak, akses dan fasilitas pun diperbaiki.

"Fokus terakhir adalah peningkatan kapasitas melalui peningkatan kesadaran para pemain industri dan pemangku kepentingan komunitas mengenai pentingnya pasar perjalanan halal dan cara mengelolanya serta mengembangkan sertifikasi halal,” kata Sofyan.

Indonesia bertujuan menarik 3,8 juta pengunjung Muslim pada 2018 dan 5 juta pengunjung pada 2019, yang akan berkontribusi terhadap target pengunjung internasional sebesar 20 juta di tahun 2019.

 “Tahun depan, kami akan mengadakan Expo Pariwisata Halal, di mana kami akan mengundang para pembeli dari pasar target kami. Selain itu, tim kami akan memulai serangkaian misi penjualan ke target-target kota besar, seperti Jeddah, London, Mumbai, Singapura, dan Sydney. Misi ini dilakukan dari sudut pandang industri. Dari sudut pandang wisatawan, kami juga akan meluncurkan festival besar selama sebulan di tiga kota untuk menarik pengunjung muslim,” kata Sofyan.

Pengeluaran pasar Muslim global untuk perjalanan diperkirakan mencapai 169 miliar dolar AS tahun 2016, yang mewakili 11,8 persen pengeluaran perjalanan global dan diharapkan mencapai 283 miliar dolar AS pada 2022 menurut State of the Islamic Economy Report 2017/2018.

 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017