Seoul (ANTARA News) - Korea Selatan akan melarang perdagangan mata uang virtual, yang tidak memuat data pengirim maupun penerima, dan menindak aktivitas pencucian uang yang menggunakan mata uang tersebut.


Pengumuman itu muncul saat Korea Selatan dilaporkan menjadi sarang perdagangan mata uang virtual, menyumbang sekitar 20 persen transaksi bitcoin global – sekitar 10 kali pangsa ekonomi dunia, seperti dilansir dari AFP.


Aturan baru yang diumumkan Seoul itu mencakup larangan membuka rekening mata uang virtual dan undang-undang baru yang memungkinkan regulator untuk menutup transaksi mata uang virtual jika diperlukan.


“Sejumlah pejabat berpendapat bahwa perdagangan mata uang virtual itu tidak masuk akal... dan kami tidak bisa lagi mengabaikan situasi spekulatif abnormal ini,” kata otoritas Korea Selatan dalam pernyataan.


Semua rekening anonim yang masih digunakan saat ini akan ditutup bulan depan, demikian bunyi pernyataan pemerintah Korsel.


Paket kebijakan itu juga mencakup meningkatkan penindakan terhadap aktivitas pencucian uang dan kecurangan finansial –termasuk manipulasi harga– menggunakan perdagangan mata uang digital.


Seoul dua pekan sebelumnya melarang perusahaan keuangan untuk berurusan dengan mata uang virtual, terutama Bitcoin karena harganya meroket, menimbulkan kekhawatiran yang berasal dari spekulan.


Sekitar satu juta penduduk Korea Selatan, beberapa tergolong investor kecil, diperkirakan memiliki Bitcoin sehingga harganya lebih tinggi 20 persen daripada di pasar terbesarnya, Amerika Serikat.


Otoritas keuangan Korea Selatan menemukan, kebanyakan cryptocurrency yang diperdagangkan di negara itu harganya melambung daripada di negara lain, salah satunya akibat spekulasi buta.

Penerjemah: Natisha Andarningtyas
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017