Situbondo (ANTARA News) - Polres Situbondo, Jawa Timur menangkap seorang pemuda pemilik akun "Eno Wijaya" di media sosial facebook yang diduga melakukan penyebaran ujaran kebencian di media sosial terhadap pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo.

"Pemilik akun facebook ini berinisial RW, telah melanggar Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Setelah beberapa jam dilakukan pemeriksaan, kami tetapkan sebagai tersangka," kata Kapolres Situbondo AKBP Sigit Dany Setiyono kepada wartawan, di Situbondo, Senin malam.

Jika terbukti tersangka RW adalah pemilik akun facebook "Eno Wijaya", lanjut dia, terancam hukuman maksimal enam tahun penjara dengan denda Rp500 juta karena diduga melakukan penyebaran ujaran kebencian di media sosial.

Oleh karena itu, katanya lagi, kepada masyarakat untuk menyerahkan proses hukumnya kepada polisi. Ia juga berharap agar jangan ada yang melakukan tindakan kontraproduktif, seperti perusakan maupun penganiayaan terhadap pelaku.

Sekretaris Pondok Pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo, Situbondo Ahmad Fadail mengatakan bahwa KH R Ahmad Azaim Ibrahimy pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi`iyah bersama keluarga besar pesantren telah memaafkan pelaku penyebar ujaran kebencian tersebut.

"Sebelum meminta maaf, kiai sudah memaafkan, apa yang dilakukan pelaku sangat manusiawi," katanya.

Kendati demikian, menurut dia, sebagai negara hukum, Kiai Azaim menghormati norma-norma hukum, karena itu Kiai Azaim sebagai korban dalam kasus pelanggaran UU ITE ini meminta agar diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku.

"Kami meminta kepada masyarakat Situbondo dan umat Islam secara umum untuk tetap tenang menjaga kondusivitas keamanan, dan mempercayakan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum, dan jangan sampai ada yang melakukan tindakan di luar ketentuan norma hukum," katanya pula.

Pemilik akun facebook Eno Wijaya dalam statusnya menyampaikan ujaran kurang pantas dan menanggapi pesan Kiai Azaim kepada santri untuk tidak merayakan tahun baru dengan kata-kata tidak wajar.

Pewarta: Novi Husdianriyanto & Zumrotun Solichah
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018