Seoul (ANTARA News) - Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengundang korban perbudakan seks Jepang selama Perang Dunia II ke Kantor Kepresidenan Gedung Biru atau "Blue House", kemudian meminta maaf atas kesepakatan 2015 antara Korea Selatan dan Jepang yang tidak memenuhi kebutuhan korban.

Presiden Moon bertemu dengan delapan korban perempuan yang selamat dan makan siang bersama di kompleks kepresidenan setelah hasil tinjauan pemerintah Moon atas kesepakatan 2015 mengungkapkan kesepakatan rahasia antara kedua negara, menurut Blue House.

Dalam pertemuan tersebut, Moon meminta maaf atas kesepakatan yang dicapai pada 28 Desember 2015, karena menolak keinginan para korban.

Kesepakatan 2015 disepakati oleh pemerintah Korea Selatan sebelumnya, namun Moon meminta maaf untuknya sebagai presiden pertahana negara tersebut.

Para korban yang selamat mengungkapkan rasa terima kasih mereka atas upaya Moon untuk mengungkapkan kesepakatan rahasia tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka menuntut permintaan maaf dan tanggung jawab pemerintah Jepang yang tulus atas kejahatan kemanusiaan pada masa perang kala itu.

Laporan tersebut mengungkapkan kesepakatan rahasia antara pemerintah Korea Selatan sebelumnya dan kabinet Jepang yang dipimpin oleh Perdana Menteri Shinzo Abe, seperti penerimaan Seoul atas permintaan Tokyo untuk meyakinkan korban agar menyetujui kesepakatan 2015 dan tidak menggunakan kata "budak seks".

"Comfort woman" secara halus mengacu pada wanita Korea yang diculik, dipaksa atau ditipu untuk melakukan perbudakan seks untuk pelacuran militer Jepang selama Perang Pasifik.

Sejarawan mengatakan hingga 200.000 anak perempuan dan wanita muda, kebanyakan berasal dari Semenanjung Korea, bertugas sebagai "perempuan penghibur" untuk Imperial Jepang.

Setelah pengumuman hasil laporan tersebut, Moon mengatakan bahwa masalah perbudakan seks tidak dapat dipecahkan oleh kesepakatan 2015, di mana Seoul dan Tokyo mencapai kesepakatan final dan tidak dapat dipulihkan dengan imbalan atas tawaran Jepang sebesar 1 miliar yen (9 juta dolar AS) ke yayasan yang mendukung korban, demikian diberitakan Xinhua.


Penerjemah: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018